Saya sedang mengikuti Challenge 22 Hari Baca Buku #22HBB Vol. 2 yang diselenggarakan oleh Salman Reading Corner, FIM Bandung, dan FIM Tangerang Raya. Dan saya memutuskan untuk membaca lagi buku "Dunia Sophie" karya Jostein Gaarder yang terakhir saya baca di tahun 2013, kurang lebih 10 tahun lalu. Di setiap harinya, saya harus menyetorkan rangkuman/insight/catatan dari halaman buku yang saya baca. Dan saya akan men-share setiap dua hari di blog ini mengenai rangkuman/insight/catatan yang saya setorkan di grup komunitas ini. Selamat menyimak!
Day 1 #22HBB Vol. 2 (22 Maret 2023)
5 - 64 – Dzikra Yuhasyra ⚽
📚 Dunia Sophie - Jostein Gaarder – hlm. 01- 53 / 798
Insight/rangkuman/catatan:
Sophie
Amundsend, gadis 14 tahun yang serba ingin tahu, baru saja pulang dari
sekolah dan mendapatkan sebuah surat di kotak surat atas nama dirinya
tanpa nama pengirim. Surat itu berisi secarik kertas bertuliskan
"Siapakah kamu?" Tak lama kemudian, ia mendapatkan sebuah surat baru
yang bertuliskan "Dari mana datangnya dunia?" Dua hal itu membuatnya
berpikir tentang eksistensi dunia dan dirinya sendiri. Orang itu
menyentakkan Sophie keluar dari keberadaannya sehari-hari dan tiba-tiba
membawa nya berhadapan dengan teka-teki besar tentang alam raya. Lalu ia
mendapati surat ketiga bercap pos batalion PBB atas nama Hilde Moller
Knag, dan ia terheran kenapa ada surat itu datang kepadanya. Keesokan
harinya ia mendapat amplop besar dengan tulisan dibagian belakang:
"Pelajaran Filsafat. Hati-hati." Lalu ia membaca isi amplop yang berisi:
'Apakah Filsafat itu?'
Cara
terbaik untuk mendekati Filsafat adalah dengan mengajukan beberapa
pertanyaan filosofis: Bagaimana dunia diciptakan? Adakah kehendak atau
makna dibalik yang terjadi? Adakah kehidupan setelah kematian? Bagaimana
kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini? Dan yang terpenting,
bagaimana seharusnya kita hidup? Orang-orang telah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ini selama berdabad-abad. Kita tidak mengenal
kebudayaan yang tidak mengaitkan diri dengan pertanyaan apakah manusia
itu dan dari mana datangnya dunia.
Satu-satu nya cara yang kita
butuhkan untuk menjadi filosof yang baik adalah rasa ingin tahu. Dan
orang dewasa di saat ini, tidak seperti anak-anak, sudah kehilangan rasa
ingin tahu dan keheranannya terhadap dunia. Mereka terlalu nyaman
dengan rutinitas dan permasalahan sehari-hari, lalu apatis dan acuh tak
acuh dengan pertanyaan mendasar mengenai kehidupan.
Dan Sophie membuktikan nya dengan bertanya mengenai pertanyaan esensial kepada Ibunya, yang menganggap nya aneh dan meracau.
@salmanreadingcorner @fimbandung @fimtangerangraya
Day 2 #22HBB Vol. 2 (23 Maret 2023)
5 - 64 – Dzikra Yuhasyra ⚽
📚 Dunia Sophie - Jostein Gaarder – hlm. 54-83 / 798
Insight/rangkuman/catatan:
Sophie
mendapatkan lagi amplop cokelat dengan namanya tertera disana, dan
amplop itu berisi pelajaran tentang: "Gambaran Mitologis Dunia".
Pelajaran
itu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Filsafat adalah cara pikir
yang sama sekali baru yang berkembang di Yunani sekitar enam ratus tahun
sebelum kelahiran Kristus. Hingga masa itu, semua pertanyaan yang
diajukan oleh manusia dijawab oleh berbagai agama. Penjelasan-penjelasan
agama ini disampaikan dari generasi ke generasi dalam bentuk mitos.
Mitos adalah sebuah cerita mengenai dewa-dewa untuk menjelaskan mengapa
kehidupan berjalan seperti adanya. Selama ribuan tahun, banyak sekali
penjelasan mitologis bagi pertanyaan-pertanyaan Filsafat yang tersebar
ke seluruh dunia. Para filosof Yunani berusaha untuk membuktikan bahwa
penjelasan-penjelasan ini tidak boleh di percaya. Seperti di Skandinavia
yang mempercayai Thor dan Odin, Freyr dan Freyja, Hoder dan Balder
serta banyak Dewa lainnya. Pada masa itu mereka percaya bahwa guntur dan
halilintar adalah akibat palu Thor, sehingga menyebabkan hujan. Juga di
Yunani, para Dewa dinamakan Zeus dan Apollo, Hera dan Athena, Dionysos
dan Asklepios, Herakles dan Hephaestos, dan yang lainnya. Para filosof
Yunani paling awal mengecam mitologi itu sebab para dewa terlalu
menyerupai manusia dan sama egois dan sama curangnya. Untuk pertama
kalinya dikatakan bahwa mitos-mitos itu tidak lain dari hasil pemikiran
manusia. Seiring berkembang nya kota-kota di Yunani, setiap individu
atau warga negara mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis tanpa
berpaling pada mitos-mitos kuno. Kita menyebut ini perkembangan dari
cara pikir mitologis menuju cara pikir yang didasarkan pengalaman dan
akal. Tujuan para filosof Yunani awal adalah menemukan
penjelasan-penjelasan alamiah, dan bukannya supranatural, untuk berbagai
proses alam.
Pada suatu sore Sophie
mendapatkan lagi surat yang berisikan secarik kertas dengan tulisan:
"Adakah zat dasar yang menjadi bahan untuk membuat segala sesuatu?
Dapatkah air berubah menjadi anggur? Bagaimana tanah dan air dapat
menghasilkan seekor katak hidup?"
Ketika pulang sekolah hari itu
ia mendapatkan amplop tebal di kotak surat yang berisi "Proyek Para
Filosof" yang diawali oleh "Para Filosof Alam".
Para filosof
Yunani paling awal kadang-kadang disebut filosof alam sebab mereka hanya
menaruh perhatian pada alam dan proses-prosesnya. Mereka ingin memahami
proses yang sesungguhnya dengan menelaah alam itu sendiri. Ini sangat
berbeda dengan menjelaskan guntur dan halilintar atau musim semi dan
musim salju dengan menciptakan dongeng mengenai dewa-dewa.
Filosof
yang pertama kita kenal adalah Thales dari Miletus, sebuah koloni
Yunani di Asia Kecil. Thales beranggapan bahwa sumber dari segala
sesuatu adalah air.
Filosof berikutnya adalah Anaximander. Dia
beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu dari banyak dunia yang
muncul dan sirna di dalam sesuatu yang disebutnya tak terbatas, tapi
tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan suatu zat yang dikenal
dengan cara yang dibayangkan Thales. Jelas bahwa zat dasar itu tidak
mungkin sesuatu yang sangat biasa seperti air.
Selanjutnya Anaximenes (kira-kira 570-526 SM) yang beranggapan bahwa segala sesuatu pastilah berasal dari udara atau uap.
Ketiga
filosof ini semuanya percaya pada keberadaan satu zat dasar sebagai
sumber dari segala hal. Namun bagaimana mungkin satu zat dapat dengan
tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lain? Kita dapat menyebut ini
masalah perubahan. Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof di
koloni Yunani Elea di Italia Selatan. "Orang-Orang Elea" ini tertarik
pada masalah ini.
Yang paling penting
diantara para filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540 - 480 SM).
Parmenides beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu
ada dan tidak ada yang disebut perubahan aktual. Tidak ada yang dapat
menjadi sesuatu berbeda dari yang sebelumnya.
Rekan sezaman nya
Heraclitus beranggapan bahwa perubahan terus menerus atau aliran
sesungguhnya merupakan ciri alam yang paling mendasar. "Segala sesuatu
mengalir".
Dua filosof tadi saling bertentangan, tapi siapa yang
benar? Adalah Empedocles (kira-kira 490 - 430 SM) dari Sicilia yang
menuntun mereka keluar dari kekacauan yang telah mereka masuki itu.
Empedocles menyimpulkan bahwa gagasan mengenai satu zat dasar itulah
yang harus ditolak. Sumber alam tidak mungkin satu unsur saja. Ia yakin
bahwa alam itu terdiri dari empat unsur, atau "akar" sebagaimana ia
mengistilahkan. Keempat akar ini adalah tanah, udara, api, dan air.
Semua proses alam disebabkan oleh menyatu atau berpisahnya keempat unsur
ini.
Anaxagoras (500 - 428 SM) adalah filosof lain yang tidak
setuju bahwa satu bahan dasar tertentu -air, misalnya- dapat diubah
menjadi segala sesuatu yang kita lihat di alam ini. Dia juga tidak dapat
menerima bahwa tanah, udara, api, dan air dapat diubah menjadi darah
dan tulang. Anaxagoras berpendapat bahwa alam diciptakan dari
partikel-partikel sangat kecil yang tidak dapat dilihat mata dan
jumlahnya tak terhingga. Lebih jauh, segala sesuatu dapat dibagi menjadi
bagian-bagian yang jauh lebih kecil lagi, bahkan dalam bagian yang
paling kecil masih ada pecahan-pecahan dari semua yang lain.
Dan nanti Sophie akan bertemu Democritus ujar sang penulis surat.
Akhirnya
Sophie memutuskan bahwa Filsafat bukanlah sesuatu yang dapat kita
pelajari, namun barangkali kita dapat belajar untuk berpikir secara
filosofis.
@salmanreadingcorner @fimbandung @fimtangerangraya
No comments:
Post a Comment