Wednesday 21 June 2023

Korporasi Pangan Petani, Bisakah Menjadi Solusi yang Menyejahterakan?

 

Terkadang kita selalu melihat keseluruhan petani sebagai petani gurem yang tidak berdaya, tidak memiliki modal, tidak memiliki lahan, dan juga tentu saja, miskin. Padahal tidak semua petani mengalami kondisi tersebut. Kita tentu bisa melihat juga banyak petani sukses dalam menekuni berbagai bidang pertanian dan membawa kesejahteraan untuk keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Tapi adakah solusi yang tepat untuk mengatasi petani gurem yang tentu jumlah masih sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia? Tentunya ada, salah satunya adalah: membentuk Korporasi Pangan Petani secara swadaya.

Saat ini petani gurem sudah banyak yang membentuk kelompok tani  (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Tapi dari sekian banyak poktan dan gapoktan yang ada, masih banyak diantaranya yang tidak memiliki kelembagaan atau organisasi yang jelas dan ajeg. Sehingga keberadaannya tidak memiliki peran dan daya tawar.

Untuk mengatasi masalah itu haruslah dicarikan jalan keluar yang tentu tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu solusi yang harus kita lirik adalah pembentukan Korporasi Pangan Petani melalui Koperasi dan BUMDES.

Tentu hal ini bukan menjadi hal yang baru dan sudah banyak dibahas di berbagai forum pertanian. Tetapi kenyataannya banyak sekali petani yang belum bisa mengakses dan membentuk koperasi dan BUMDES di tempatnya berproduksi.

Korporasi pangan petani menjadi isu menarik untuk dicermati sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang semakin sempit kepemilikan lahannya, bahkan kebanyakan dari mereka hanya sebagai pengolah lahan, karena lahan yang dimiliki biasanya telah dibagi sesama anggota waris atau bahkan dijual.

Akibatnya hasil usaha yang diperoleh semakin kecil dan ada yang harus dibagi dengan pemilik. Dengan sekelumit cerita ini mengindikasikan terjadi penurunan pendapatan para petani yang berakibat terhadap penurunan kesejahteraannya.

Dari buku berjudul "Pertanian Bantalan Resesi: Resiliensi Sektor Selama Pandemi Covid 19" karya Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., Ekonom Pertanian ternama Indonesia, pembentukan korporasi pangan petani dalam Sistem Agribisnis di Indonesia diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat. Banyak proyek percontohan yang dilakukan pemerintah di lapangan tapi juga masih banyak petani yang tidak tersentuh oleh terobosan kelembagaan ini.

Banyak kendala yang ditemui di lapangan dalam pembentukan suatu korporasi pangan petani, baik dalam bentuk koperasi maupun BUMDES, seperti rendahnya tingkat pendidikan petani, kurangnya tenaga terampil dalam administrasi, petani yang sudah tua dan berusia lanjut, kurangnya petani melek terhadap teknologi, terkungkungnya petani dengan pengepul dan tengkulak, sampai tidak berdayanya petani dalam berproduksi sampai tidak bisa dan tidak terpikir untuk membentuk suatu kelembagaan.

Tahapan yang harus dilalui untuk membentuk suatu korporasi pangan petani adalah penguatan petani, penguatan kelembagaan, korporasi petani, dan akses pasar (lokal, nasional dan global).

Penguatan petani dilakukan melalui penggabungan petani, khususnya petani kecil dan gurem, ke dalam kelembagaan Gapoktan. Pembentukan Gapoktan dimaksudkan untuk menjaga kecukupan bahan input dengan pengelolaan kebutuhan tani, pendampingan secara intensif oleh penyuluh dengan pengelolaan tanam dan penggunaan teknologi, serta membantu akses terhadap lembaga keuangan dan asuransi.

Dengan demikian kebutuhan input akan terpenuhi sesuai rekomendasi penyuluh, karena petani mempunyai akses terhadap lembaga pembiayaan. Produksi hasil usahatani pun akan lebih efisien yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani. 

Tahapan selanjutnya adalah penguatan lembaga. Gapoktan-gapoktan tingkat Desa bergabung menjadi Gapoktan Bersama tingkat Kecamatan membentuk suatu badan hukum baik badan hukum koperasi ataupun badan hukum lainnya. Lalu Gapoktan Bersama tingkat Kecamatan bekerjasama dengan BUMDES Bersama tingkat Kecamatan membentuk PT Mitra BUMDES Bersama (MBB) dengan penyertaan modal sesuai kesepakatan.

Program Korporasi Pangan Petani melalui PT MBB memungkinkan petani dapat mengakses produk pembiayaan perbankan dari HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara) sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan petani dengan PT MBB sebagai penjamin.

Pencairan kredit yang diterima petani akan digunakan untuk membeli bahan input usaha tani dan pembayaran premi asuransi. Petani dapat membayar angsuran kredit setelah menerima pembayaran hasil panen. Jika gagal panen petani bisa menerima klaim asuransi.

PT Mitra BUMDES Bersama yang telah dibentuk dalam tahapan Korporasi Pertanian harus mampu memberikan manfaat bagi usaha yang dilakukan petani dan masyarakat bukan hanya sekedar untuk memperoleh keuntungan seperti tujuan korporasi pada umumnya.

PT Mitra BUMDES Bersama berperan sebagai penyerap hasil panen dan pengelola hasil pembelian dari petani sehingga tidak ada lagi saluran tata niaga yang panjang antara petani dan konsumen. PT Mitra BUMDES Bersama memiliki kemampuan daya beli yang kuat untuk membeli hasil panen, bersumber dari BUMN Mitra yang bekerja sama dengan korporasi pangan tersebut.

Hal yang menjadi pekerjaan rumah dari pelaksanaan tahapan dan proses ini adalah pendampingan lapangan kepada petani. Berbagai stakeholder harus mampu mendampingi petani untuk menciptakan suatu korporasi pangan petani yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat, khususnya petani itu sendiri.

Lalu pekerjaan rumah lainnya adalah apabila suatu korporasi pangan petani sudah terbentuk, dibutuhkan suatu pengawasan yang kredibel dan profesional agar keberlanjutan usaha petani dan Gapoktannya bisa berjalan dengan baik. Hal ini harus difasilitasi oleh Mitra BUMN yang bekerja sama dan pemerintah terkait seperti Dinas Pertanian dan Kementerian Pertanian.

Jadi apakah korporasi pangan petani bisa menjadi solusi yang menyejahterakan? Tentu patut kita coba dan ikhtiarkan bersama.