Saya ingin
mengutip salah satu bagian dari buku "Pengantar Ekonomi Pertanian" karya
Ir. Moehar Daniel, M.S., sebuah buku pengantar yang terbit di awal
2000-an, tetapi memiiiki daya kritis dan gambaran yang masih relevan
hingga saat ini, tentang Koperasi atau kesepakatan usaha bersama di
bidang Pertanian, yang lebih menitikberatkan pada kebijakan bottom-up
daripada top-down. Berikut kutipannya:
"Koperasi atau kesepakatan
usaha bersama merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses pengembangan
pertanian dan pertumbuhan ekonomi terutama di pedesaan. Walaupun sudah
trauma dengan KUD (Koperasi Unit Desa) yang banyak meninggalkan duka bagi
masyarakat desa, sebagian petani masih mempunyai semangat dan harapan
dengan bekerja sama yang sekarang lebih banyak, dan lebih sering disebut
usaha bersama. Contohnya adalah KUBA (Kelompok Usaha Bersama
Agrobisnis). Lembaga ini juga pada mulanya didirikan oleh pemerintah,
tetapi umumnya tidak berkembang karena tidak berjalan sesuai teorinya
kemudian ditinggalkan. Tetapi anehnya lembaga seperti ini banyak muncul
sendiri atas prakarsa masyarakat tanpa campur tangan aparat. Mereka
menyadari bahwa mereka harus bersatu dan bersama supaya kuat. Terutama
dalam memperoleh sarana produksi lebih murah atau menjual produk supaya
lebih tinggi. Disadari kalau mereka terpecah dan jalan sendiri-sendiri
mereka tidak akan berdaya dan akan dipermainkan oleh pedagang atau
pemilik modal. Saat ini telah banyak muncul koperasi seperti ini,
katakanlah seperti KUBA puyuh di Simalungun, KUBA kentang di Tana Karo,
dan lain sebagainya.
Keberadaan KUBA sebagian besar juga
diprakarsai oleh pemilik modal atau "mitra petani". Sebagian pemilik
modal ada yang menyadari bahwa mereka perlu membina kerja sama dengan
petani bila ingin usahanya langgeng dan berkesinambungan, walaupun
keuntungan yang diperoleh tidak terlalu besar. Yang berpikiran seperti
inilah yang banyak jadi mitra petani, mereka membantu mengadakan input
produksi dan mereka membeli atau menampung produk prtani sesuai dengan
harga yang berlaku. Walaupun belum mengatasi gejolak harga, tampaknya
kerja sama ini perlu diperhatikan. Tidak
seperti yang berlaku selama ini, dimana bapak angkat yang diskenariokan
membina anak angkat yang lebih kecil dan lemah, malah pada prakteknya
mengeksploitasi mereka untuk memperoleh keuntungan yang banyak,
sementara si anak angkat semakin buntung.
Praktek lembaga seperti
ini sudah banyak dialami petani, sehingga mereka merasa jenuh dan risih
dengan segala macam upaya pemerintah yang mengemukakan lembaga.
Walaupun sebenarnya tujuan pemerintah adalah demi kebaikan mereka.
Mereka menyadari hal itu, akan tetapi kesadarannya semakin jauh di bawah
rasa curiganya pada kebenaran dan kedisiplinan kerja aparat yang
menanganinya. Keadaan ini merupakan gambaran keadaan yang perlu jadi
bahan pertimbangan bagi calon dan bagi ahli-ahli ekonomi petanian dalam
upaya memacu pertumbuhan dan pembangunan pertanian."
No comments:
Post a Comment