Friday, 22 November 2024

Riset tunjukkan museum universitas punya peran dalam kenalkan keanekaragaman hayati Indonesia

Museum Sejarah Alam Universitas Oxford di Inggris yang menjadi tempat koleksi sekaligus sumber riset para peneliti. Waldo Miguez

Artikel ini merupakan bagian dari serial untuk memperingati Hari Keanekaragaman hayati Dunia yang jatuh pada tanggal 22 Mei.


Laporan terbaru dari IPBES (Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services), sebuah forum para peneliti PBB untuk keanekaragaman hayati dan ekosistem, menyebutkan bahwa sekitar satu juta spesies hewan dan tumbuhan di seluruh dunia akan punah dalam beberapa dekade ke depan. Lebih dari 40% spesies amfibi, 30% terumbu karang, 10% spesies serangga dan lebih dari sepertiga mamalia laut berada status terancam. Pemicu utama adalah aktivitas manusia.


Sebagai kurator dari salah satu museum universitas tertua di Indonesia, Museum Zoologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB (Museum Zoologi SITH ITB), saya melakukan riset terkait dengan peran museum universitas dan tantangannya pada tahun 2019. Fokus riset saya adalah Museum Zoologi SITH ITB, yang merupakan salah satu museum universitas tertua di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1940-an.

Ruangan utama Museum Zoologi SITH ITB. (Foto : Ganjar Cahyadi). Author provided
Museum universitas merupakan museum yang terintegrasi dengan koleksi dan kegiatan yang dilakukan di dalam sebuah universitas yang memiliki peran penting dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang semakin terancam. Peran tersebut di antaranya sebagai tempat mengelola koleksi akademik, menyediakan dukungan dalam kegiatan belajar mengajar, dan sumber penelitian ilmiah.

Peran museum universitas

1) Tempat mengelola koleksi akademik dan penelitian Salah satu museum universitas terkenal dan tertua di dunia, Oxford University Museum of Natural History di Inggris, telah mengoleksi puluhan ribu spesimen dari mamalia besar hingga ke serangga. Koleksi ikonik museum ini adalah burung dodo (Raphus cucullatus) yang sudah punah akibat perburuan oleh manusia pada tahun 1681. Kisah kepunahan burung Dodo menjadi pembelajaran terkait dampak hilangnya satu spesies bagi ekosistem.

Display kerangka dan model burung Dodo di Oxford University Museum of Natural History di Inggris. wikimedia, CC BY

Selain itu, ada juga fosil dari Megalosaurus bucklandii, dinosaurus pertama di dunia memiliki data paling lengkap - mulai dari ciri morfologi, taksonomi (penamaan spesies), perbandingan dengan spesies lain - pada tahun 1824. Didirikan sejak tahun 1860, Oxford University Museum of Natural History yang awalnya sebagai tempat melakukan penelitian skala universitas, kini berhasil menjadi salah satu sumber koleksi spesimen zoologi untuk melakukan penelitian terkait dengan keanekaragaman hayati. Bahkan, mereka juga melakukan penelitian sendiri. Penelitian yang dilakukan bisa meliputi inventarisasi keanekaragaman hayati, taksonomi, ekologi, hingga perilaku, baik dari museum sendiri maupun kolaborasi dengan civitas akademika lainnya. Material serta data dari penelitian tersebut dapat dibandingkan dengan koleksi museum sebagai referensi dan hasilnya dipublikasikan untuk publik. Contohnya, tim peneliti di Afrika Selatan pada tahun 2019 mempublikasikan hasil temuan dinosaurus jenis baru ketika mereka meneliti spesimen yang merupakan salah satu koleksi di museum Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan. Museum universitas juga bisa menggelar seminar, pelatihan dan penelitian di bidang ilmu tentang hewan (zoologi). Museum Zoologi SITH ITB menjadi salah satu objek penelitian studi doktoral. Koleksi di museum tersebut juga memberikan sumbangsih untuk penelitian genomik (ilmu yang mempelajari genom) hingga penemuan spesies baru. 2) Pendukung dalam kegiatan belajar mengajar Dalam Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003-2020 (Strategi dan Rencana Aksi untuk Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020), salah satu target adalah mengenalkan keanekaragaman hayati di Indonesia melalui kurikulum pendidikan umum. Harapannya, dengan mengenali keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia bisa mendorong rasa menghargai kekayaan yang dimiliki melalui aksi-aksi konservasi. Strategi ini dibuat untuk mencegah hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia. Peran pembelajaran ini bisa dijalankan secara strategis oleh museum universitas. Museum Zoologi STIH ITB yang memiliki koleksi sebanyak 2.251 spesimen dari 1.027 spesies ini menyediakan spesimen hewan yang diawetkan sebagai bahan ajar penting. Koleksi tersebut bisa menjadi bahan diskusi penting ketika kuliah. Sempat ditutup pada tahun 2010, museum ini mulai dibuka kembali untuk umum tahun 2017. Beberapa koleksi yang menjadi daya tarik baik peneliti maupun pengunjung adalah opsetan harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) yang dipajang di ruang utama dan koleksi fosil gigi hewan gajah purba (Stegodon). Mayoritas pengunjung berasal dari Jawa Barat dan kebanyakan berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi. Kunjungan tersebut biasanya dilakukan mahasiswa menentukan objek penelitian serta menjadi bahan diskusi mengenai penelitian yang dilakukan.

Peran museum universitas bagi keanekaragaman hayati

Sebagai bagian dari pusat pendidikan dan penelitian, museum universitas yang khusus menyimpan koleksi sejarah alam memiliki potensi besar untuk mengungkap keanekaragaman hayati serta keanekaragaman “kehidupan” yang terkandung di dalamnya. Koleksi museum bisa menjadi sumber data penelitian yang sangat berguna sebagai dasar penilaian status konservasi suatu spesies. Dengan mengetahui status suatu keanekaragaman hayati, diharapkan bisa mendorong aksi konservasi yang sesuai dan bisa tepat sasaran. Tentu saja, ini membutuhkan dukungan yang menyeluruh, baik dari sarana dan prasarana, tata kelola museum universitas yang jelas, hingga pendanaan mandiri. Sayangnya, museum universitas belum terlalu dikenal oleh publik Indonesia karena pengelolaan dilakukan secara spesifik dan dianggap tidak dibuka untuk umum. Padahal, setidaknya ada 49 museum universitas dari total 4.445 perguruan tinggi di Indonesia dengan berbagai kategori sesuai koleksi yang dimiliki, contoh Museum Pendidikan Nasional, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk ilmu sosial dan kemanusiaan, Museum Patung Burung Bali di Universitas Udayana (bidang seni), dan Museum Anatomi, FKIK Unika Atma Jaya di Jakarta (bidang sains dan teknologi). Idealnya, minimal satu museum untuk satu perguruan tinggi, sama halnya dengan gedung arsip dan perpustakaan. Kedua, belum jelasnya kebijakan yang mengatur museum universitas, baik di tingkat universitas maupun di tingkat nasional. Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 2015 tentang Museum tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa museum dapat dikelola oleh perguruan tinggi/ universitas. Akibatnya, museum universitas bergantung pada sekelompok orang saja yang memiliki minat untuk tetap mengelola. Idealnya, pengelolaan museum universitas harus disokong dengan tidak hanya kebijakan yang jelas, pendanaan yang stabil tapi juga sumber daya manusia yang baik.
Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di sini.The Conversation

Ganjar Cahyadi
, Curator, Museum Zoologi, School of Life Sciences and Technology , Institut Teknologi Bandung

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Biodiversitas di ambang kritis, PR besar strategi konservasi pemerintahan Prabowo-Gibran

Ardiantiono, University of Kent

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.

Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya.


Keanekaragaman hayati dunia menurun drastis dalam beberapa dekade terakhir. Laporan terbaru Living Planet Index menunjukkan bahwa populasi satwa liar berkurang hingga 69% sepanjang rentang periode 1970 sampai 2018. Kondisi ini membuat pelaksanaan upaya-upaya konservasi semakin mendesak.

Sebagai negara megabiodiversitas, Indonesia menjadi salah satu pusat krisis biodiversitas akibat tingginya tingkat kehilangan spesies dan habitat. Sayangnya, perhatian terhadap isu ini masih belum sebesar isu deforestasi atau perubahan iklim.

Pada akhir 2022, Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (GBF) disepakati sebagai langkah global melindungi biodiversitas, dengan salah satu target ambius melindungi 30% luas daratan dan laut pada tahun 2030 (30x30). Indonesia yang turut mengadopsi kesepakatan ini perlu segera mengambil langkah konkret untuk mewujudkannya.

Kondisi hari ini – tantangan konservasi biodiversitas

Indonesia berada di peringkat kedua dunia dalam hal nilai biodiversitas dan nomor wahid untuk keanekaragaman spesies endemik.

Sekitar 63% wilayah daratan Indonesia masih berupa hutan (~120 juta hektare), tapi hanya 18% diantaranya (22,1 juta hektare) yang berstatus kawasan konservasi.

Meski memiliki kekayaan alam luar biasa, Indonesia menghadapi ancaman serius seperti deforestasi, perdagangan satwa ilegal, dan perubahan iklim.

Sebagai contoh, Indonesia kehilangan 9,79 juta hektare hutan primer antara 2001-2019, terutama akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan, pertanian, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur.

Selain itu, Indonesia menjadi pusat perdagangan satwa liar ilegal dengan kerugian mencapai Rp 8.7 triliun per tahun. Di sektor kelautan, aktivitas pencurian ikan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 290 triliun setiap tahunnya.

Perubahan iklim memperburuk situasi. Kebakaran hutan besar pada 2015 akibat fenomena El-Nino ekstrem membakar 4,6 juta hektare hutan. Ini adalah salah satu bencana lingkungan terbesar yang pernah terjadi. Dampaknya meluas hingga mengganggu kesehatan 40 juta orang di Indonesia dan negara tetangga.

Sayangnya, penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan masih lemah. Dari 6.143 pengaduan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2015-2021, hanya 2.185 yang mendapat sanksi administratif. Sanksi tersebut sering kali tidak memberikan efek jera. Bahkan, banyak perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan lolos dari hukuman.

Keterbatasan pendanaan juga menjadi hambatan besar dalam mencapai target nasional maupun internasional seperti target 30x30 GBF. Untuk mencapai 14 target nasional dalam Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2025-2045, Indonesia membutuhkan setidaknya Rp75,53 triliun per tahun. Namun, realisasi pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 terkait biodiversitas baru mencapai Rp 9,85 triliun atau hanya sekitar 13% dari kebutuhan tersebut.

Di samping itu, kapasitas untuk memantau status biodiversitas juga masih terbatas, sehingga menyebabkan kebijakan konservasi sering kali tidak berbasis pada data ilmiah yang memadai.

Melihat kondisi di atas, pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang sepertinya akan menghadapi tantangan besar dalam mencapai target konservasi dan komitmen internasional seperti Pakta Kunming-Montreal.

Catatan penting untuk Prabowo

Misi pemerintahan Prabowo-Gibran lebih menekankan pada penguatan ekonomi dan ketahanan nasional. Meski demikian, perlindungan biodiversitas tetap menjadi bagian dari program ekonomi hijau mereka.

Prabowo juga berencana membentuk badan khusus pengendalian perubahan iklim yang menunjukkan adanya perhatian terhadap isu iklim dan biodiversitas di masa mendatang.

Namun, beberapa catatan penting perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa agenda pembangunan dapat berjalan selaras dengan konservasi alam.

Misalnya, ambisi Prabowo menjadikan Indonesia sebagai pemimpin energi hijau. Pengembangan energi hijau melalui perluasan hutan tanaman energi dan perkebunan sawit berisiko meningkatkan deforestasi jika tidak direncanakan dengan matang.

Pemerintah perlu memastikan bahwa ekspansi energi hijau tidak memanfaatkan kawasan hutan, apalagi area bernilai konservasi tinggi.

Selain itu, UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang baru-baru ini disahkan telah memberikan pijakan hukum yang lebih kuat dengan memperketat sanksi dan membuka jalan bagi pendanaan swasta. Namun, penting bagi pemerintah untuk menghindari sentralisasi penetapan kawasan konservasi yang berpotensi mengabaikan hak masyarakat adat dan lokal.

Pemerintah perlu menciptakan sistem konservasi yang lebih inklusif dengan mengakui peran masyarakat yang menjadi garda terdepan dalam upaya konservasi.

Kebebasan akademik dan transparansi data menjadi kunci

Pemerintahan Prabowo-Gibran harus mendorong keterbukaan informasi dan kebebasan akademik agar kebijakan konservasi berbasis bukti ilmiah yang kuat.

Transparansi data sangat penting untuk mengetahui status biodiversitas secara akurat dan mengukur pencapaian target lingkungan. Tanpa data yang jelas, kebijakan seperti kapal tanpa kompas, terombang-ambing tanpa arah.

Prabowo tidak boleh mengulang perilaku represi antisains yang terjadi pada pemerintahan sebelumnya. Tanpa kebebasan akademik, bagaimana mungkin kita bisa mengetahui kondisi biodiversitas yang sesungguhnya?

Dengan mendorong budaya keterbukaan dan bekerja sama dengan komunitas ilmiah, pemerintah dapat membangun fondasi konservasi yang kuat dan berbasis sains, menjamin keberlanjutan biodiversitas Indonesia.

Pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki peluang besar untuk memulai berbagai langkah strategis dalam konservasi biodiversitas sejak awal masa jabatan mereka. Dengan memanfaatkan momentum ini, pemerintah dapat menunjukkan komitmen nyata dan keberanian untuk memprioritaskan kepentingan ekologis jangka panjang.

Kolaborasi lintas sektor perlu diperkuat agar upaya konservasi berjalan efektif, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan sehingga tercipta sinergi yang menghasilkan manfaat nyata bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.The Conversation

Ardiantiono, PhD Student, University of Kent

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.