Sunday 24 September 2023

Refleksi Hari Tani Nasional 2023

Selama kurang lebih dua bulan ini, dari pertengahan Agustus sampai akhir September, saya menjalani kuliah magister di Prodi Magister Ekonomi Pertanian Faperta UNPAD. Salah satu mata kuliah yang saya ikuti adalah matkul Masalah Riset Sosial Ekonomi dan Agribisnis. Pengampunya sampai akhir September ini dan mungkin sampai UTS adalah Bapak Dr. Ronnie S. Natawidjaja.

Pak Ronnie merupakan salah satu dosen senior dan Ekonom Pertanian di Faperta UNPAD. Beliau mengingatkan saya mengenai pentingnya menggali masalah riset sebagai panduan dan dasar awal dalam melakukan suatu penelitian dan pengkajian, yang harus memenuhi tiga hal, yaitu: (1) Novelty (Kebaruan), (2) Relevansi, dan (3) Urgensi.

Sebagai refleksi Hari Tani Nasional hari ini, 24 September 2023, saya ingin mengutip salah satu paparan dari Pak Ronnie yang menurut saya menjadi inti masalah dari tata niaga pertanian dan agribisnis di Indonesia yaitu bahwa petani, tidak seperti yang banyak digaungkan, yaitu bukannya tidak memiliki daya tawar, tetapi tidak berkutik karena memiliki banyak hutang. Hutang petani disebabkan karena tata niaga pertanian di Indonesia yang tidak dilakukan melalui mekanisme pasar dan instrumen pasar, tetapi melalui jejaring informal di luar mekanisme pasar yang seharusnya terbentuk. 

Jejaring informal yang dimaksud adalah jejaring bandar dan tengkulak mulai dari pasar induk, antar kota/kabupaten, antar kecamatan, sampai ke tengkulak kecil dimana petani memanen hasil panen nya. Jejaring informal ini bekerja dengan sistem kepercayaan dimana bandar lebih besar akan memberikan modal atau pinjaman di awal kepada bandar yang lebih kecil yang pada akhirnya sampai ke tengkulak kecil yang berhubungan langsung dengan petani. Sistem kepada petani biasanya dilakukan dengan sistem tebas, dimana harga panen ditaksir diawal dengan perkiraan, petani diberikan sejumlah uang sesuai dengan taksiran itu, dan semua panen petani harus diserahkan kepada tengkulak dan bandar. Dan hal ini dilakukan berjejaring yaitu pinjaman dan modal diberikan mulai dari bandar di pasar induk, ke bandar antar kota/kabupaten, lalu ke bandar antar kecamatan, sampai ke tengkulak kecil dan lalu ke petani dengan sistem hutang. Sehingga pihak yang kelebihan uang akan memberikan hutang ke pihak yang lebih rendah dan sampai ke hutang untuk petani.

Jejaring informal berbasis sistem kepercayaan ini sudah mengakar di lapangan dan bukan tidak menimbulkan masalah. Pemerintah sering kali mencoba membantu petani melalui mekanisme dan instrumen pasar, sedangkan petani tidak ada di dalam mekanisme pasar ini, tetapi berada di perputaran uang di jejaring informal yang sudah mengakar tadi. Jadi seberapa pun pemerintah mencoba membantu petani dan memberdayakannya, hal tersebut tidak efektif karena adanya jejaring informal yang sudah terlebih dahulu ada, mengakar di lapangan, dan menguasai perputaran uang dan barang.

Pemaparan Pak Ronnie ini menjadi refleksi bagi saya, bahwa menyelesaikan masalah pertanian tidak sesederhana yang dipikirkan. Karena di lapangan sudah terdapat aktor-aktor yang bermain dan kita harus memperhatikan hal tersebut apabila ingin terjun menyelesaikan masalah pertanian di lapangan.

Saya ingin menutup refleksi ini dengan menshare salah satu video saya tentang digitalisasi pertanian dan korporasi pangan petani yang semoga bisa menginspirasi :) Bisa disaksikan di bawah ini:


 

Sekali lagi, SELAMAT HARI TANI NASIONAL! Semoga petani Indonesia semakin sejahtera dan dilimpahi keberkahan. Aamiin.. 

No comments:

Post a Comment