Monday 10 June 2024

Book Launching & Public Discussion "Pentingnya Stabilisasi Pangan di Indonesia" - Jumat, 31 Mei 2024

 




Pada hari Jumat, 31 Mei 2024 sebagai salah satu tugas mata kuliah Pembangunan Pertanian, saya menghadiri secara online melalui zoom, Book Launching & Public Discussion "Pentingnya Stabilisasi Pangan di Indonesia" yang dilaksanakan atas prakarsa PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia), AAI (Asosiasi Agribisnis Indonesia), dan Penerbit KOMPAS.

Pada kesempatan kali ini saya ingin menuliskan salah satu materi dari reviewer buku pada diskusi tersebut yaitu dari Ibu Dr. Netti Tinaprilla, salah satu dosen Agribisnis dari IPB University. Berikut bahasan nya:

3 PERTANYAAN YANG HARUS DIJAWAB OLEH BUKU INI, yaitu:

1. Apakah Indonesia membutuhkan kebijakan stabilisasi pangan yang berkelanjutan?
2. Apabila jawabannya ya, bagaimana stabilisasi tersebut harus dilakukan?
3. Lalu bagaimana memosisikan Perum BULOG?

UU Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).

"Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal".

"Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat".

"Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis. kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi."

Pengertian ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa

"Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, den budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan."

Definisi ketahanan pangan dalam UU No 18 tahun 2012 diatas merupakan penyempumaan dan pengkayaan cakupan dari definisi dalam UU No 7 tahun 1996 yang memasukkan perorangan dan sesuai keyakinan agama" serta "budaya" bangsa.

Definisi UU No 18 tahun 2012 secara substantif sejalan dengan definisi ketahanan pangan dari FAO yang menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesual preferensinya.

Dasar Hukum Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP)

- SPHP merupakan program pemerintah yang dijalankan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 55 ayat (1).

- SPHP bertujuan melindungi daya beli dan keterjangkauan harga pangan bagi konsumen. Badan Pangan Nasional RI (Bapanas) merupakan lembaga pemerintan yang menjadi penyelenggara program SPHP sesuai sasaran stategis yang telah ditentukan. Bapanas Ri menerbitkan Peraturan Bapanas RI Nomor 15 Tahun 2022 tentang Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras, Jagung, dan Kedelai di Tingkat Konsumen sebagai landasan hukum program SPHP. Perum BULOG ditugaskan oleh Bapanas untuk melaksanakan program SPHP sesuai dengan Surat Kepala Bapanas Nomor 02/TS.03.03/K/1/2023 perihal Penugasan SPHP Beras di Tingkat Konsumen Tahun 2023.

- Keputusan Kepala Bapanas Republik Indonesia dengan Nomor 01/KS.02.02/K/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan SPHP Beras di Tingkat Konsumen Tahun 2023.

- Penyaluran beras dalam rangka SPHP Beras di Tingkat Konsumen dilakukan Perum BULOG baik secara langsung melalui saluran Satgas, maupun tidak langsung melalui Pengecer, Ritel Modern, Distributor/Mitra Perusahaan dan Operasi Pasar bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Penyaluran beras dalam pelaksanaan SPHP Beras Medium di Tingkat Konsumen tahun 2023 dilakukan di pasar-pasar pencatatan, pasar modern/ swalayan dan lokasi-lokasi yang dekat dengan konsumen dengan total beras yang disalurkan sebesar 1.196.728 Ton.

- Pada tahun 2024 Perum BULOG kembali ditugaskan pemerintah berdasarkan Surat Kepala Bapanas Nomor 455/TS.02.02/K/12/2023 perihal Penugasan SPHP Beras Tahun Pelaksanaan SPHP Beras di Tingkat Konsumen tahun 2024 dengan target penyaluran beras sebanyak 1,2 juta ton. Berdasarkan Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, ada sembilan komoditas pangan yang menjadi wewenang dari Bapanas. Di antaranya beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang telur unggas, daging ruminancia, daging unggas, dan cabai.

Pentingnya Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Tinjauan Buku:

1. Konsep era 1970 mampu melindungi petani dari kejatuhan harga saat panen dan lonjakan harga konsumen saat paceklik → kesatuan strategi terintegrasi langsung di bawah Presiden. Namun sejak era otonomi daerah tdk lagi terintegrasi serentak dalam satu rentang kendali (dalam Prof Bustanul Arifin, pp.9).

2. Perubahan raskin menjadi BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) berdampak kebijakan perberasan yang terintegrasi menjadi terfragmentasi. Hal ini berdampak kejatuhan harga GKP tdk hanya saat panen tetapi sepanjang 3 tahun ini (Khudori, p.26).

3. Perlunya Tri matra: stabilisasi pangan, pengentasan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi. Empat pilar stabilitas pangan: ketersediaan, akses, penggunaan pangan, dan ketahanan pangan. Bagi konsumen: akses pangan yang cukup dan harga terjangkau, bagi produsen, harga adalah sinyal profit dan motivasi menanam. Perlu pendekatan multisektor (tidak hanya BULOG dan Bapanas) (Sujarwo, p.44)

4. Harga padi yang stabil belum tentu membuat pendapatan petani stabil. Stabilitas harga padi di tingkat petani tidak menghilangkan fluktuasi pendapatan petani. Strategi stabilisasi harga oleh pedagang di tingkat eceran melalui mekanisme pasar ternyata meningkatkan fluktuasi harga padi di petani. Dukungan kebijakan pertanian: petani akses terhadap kesempatan usaha di luar usaha tani, mendiversifikasi pola tanam ke tanaman bernilai tinggi, menjamin akses petani terhadap teknologi pertanian, menjamin akses petani terhadap kelembagaan asuransi. (Suprehatin et.al, p.63).

5. Bantuan pangan beras (10 kg/bulan) ke RT secara signifikan (tanda negative) dapat menurunkan volatilitas harga eceran sedangkan SPHP beras bulog yang dijual ke retail tdk signifikan (tanda positif) dampaknya thd stabilisasi harga. Solusinya diperlukan tata kelola yang baik untuk efektifitas bantuan (tujuan hrs jelas dan terukur, sesuai kebutuhan masyarakat, partisipasi publik, transparansi, akuntabilitas, pemantauan, dan evaluasi berkelanjutan, koordinasi antarlembaga, serta prinsip keadilan dan nondiskriminasi. (Dwi Utami dan Feryanto, p.76).

6. Menimbang aspek daya dukung lingkungan dan ekosistem, Indonesia mustahil mengulang sukses swasembada beras pada 1984. (Muhd Nur Sangadji, p.95).

7. Karakteristik pasar beras belum berubah: produksi terkonsentrasi di Jawa, konsumsi tersebar, Pasar beras terdiri atas provinsi yang selalu surplus (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, dan NTB) dan selalu defisit (Maluku Utara, NTT, dan Papua). Uniknya, meskipun bukan daerah produsen, DKI Jakarta jadi pusat perdagangan. (Catur Sugianto, p. 113).  

8. Untuk stabilisasi pangan perlu pengelolaan impor (di bawah 2 persen pada 2019-2022 dan 9,87 persen pada 2023). (Pos Hutabarat, p. 132)

9. Karena jumlah penduduk berpendapatan rendah tinggi maka program stabilisasi harga pangan adalah keniscayaan. (Handewi, p. 152).

10. Stabilisasi harga pangan pokok, menjadi kunci solusi berbagai tujuan SDGs yang pencapaiannya masih tertinggal. (Endah Murtiningtyas, p. 168).

11. Selama 4 tahun terakhir (2020-2024), harga beras di konsumen cenderung meningkat. Secara khusus, peningkatan harga di pasar modern lebih tinggi. Meskipun demikian, harga beras di pasar modern lebih stabil ketimbang di pasar tradisional. Di produsen, rerata harga gabah kering giling (GKG) bulanan yang diterima petani cenderung menurun pada periode 2019-2022. (Jangkung Handoyo dan M amat Nasir, p. 181).

12. Harga pembelian pemerintah (HPP) untuk melindungi petani belum mampu mencegah kejatuhan harga karena penyerapan dari total produksi oleh BULOG kecil. Harga beras medium selalu di atas harga eceran tertinggi (HET) (Syahid Izzulhaq dan Erizal Zamal.p.191).

13. Surplus beras 2 juta ton per tahun di Sulawesi Selatan tidak bisa didistribusikan antar pulau karena kendala infrastruktur. Selain solusi infrastruktur juga perlu penguatan koordinasi pemerintah pusat dan daerah, insentif pajak bagi usaha distribusi pangan, penyederhanaan prosedur izin dan peraturan perdagangan (Suardi Bakri dan Qurniasty, p.202).

14. Kebijakan RRM (Responsive Release Mechanism) diyakini lebih adaptif dan efisien untuk mengelola harga dan kuantitas berdasarkan informasi terkini dan kemampuannya menyesuaikan ketidakpastian. (Joni Murti Mulyo Aji, D.215).

15. Pentingnya pangsa pasar beras pemerintah. Selama ini BULOG mengelola iron stock, yang dikelola sebagai CBP dan fasilitasi operasi pasar. Pola ini memakan biaya mahal dan akses yang tak cepat karena pangan jauh dari pasar. Konsep stok dinamis (Smis) adalah menempatkan beras sebanyak yang diperjualbelikan ditambah buffer ready stock di pasar yang setiap saat mudah diakses oleh masyarakat sesuai kebutuhan. buffer ready stock disesuaikan atau dihitung berdasarkan data historis dari gejolak yang terjadi pada spesifik lokasi atau wilayah. Konsep ini memerlukan berbagai perubahan dalam lini bisnis BULOG, salah satunya penataan manajemen, pembiayaan, dan infrastruktur, karena membesarnya bisnis BULOG. (Tajuddin Bantacut dan Topan Ruspayandi, p.231).

16. Stabilisasi harga pangan memberikan dampak positif bagi produsen pangan dan konsumen, serta secara makro berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui inflasi dan kemiskinan. Secara politis stabilisasi juga memperkuat legitimasi pemerintah. Kerugiannya, antara lain berbiaya tinggi dan inefisien, serta mematikan insentif ekonomi bagi pengembangan usaha serta pengembangan stok. Stabilisasi lewat BULOG masih relevan dipertahankan, namun diperlukan penyempurnaan di banyak aspek. Mulai dari pola pengelolaan perusahaan, revitalisasi infrastruktur dan asset, serta menyiapkan SDM yang mumpuni. Selain itu dibuka persaingan yang sehat dengan swasta baik dalam pengadaan dalam negeri maupun impor. (M.Ikhsan, p.251).

Siapa yg harus dibela oleh pemerintah ?

Dengan anggaran terbatas, adalah kewajaran pemerintah membela konsumen karena menghindari inflasi, baik dengan genjot produksi (program swasembada) maupun impor. Upaya swasembada yang didukung sarana produksi adalah mudah pertanggung jawabannya karena tangible (dibandingkan price policy).

Namun peningkatan produksi atau impor adalah menyakitkan petani. Sementara pemerintah sebagai regulator wajib membela keduanya, dan ini berbiaya mahal.

Solusi

- BULOG tidak bisa mundur ke belakang dan harus profit karena mengemban 4 misi dimana misi pertama yaitu menjalankan usaha logistik pangan pokok dengan mengutamakan layanan kepada masyarakat.

- Tetapi harus ada lembaga PEMERINTAH yang mengurus stabilitas pasokan harga pangan (SPHP) yang berani rugi.

-Perlunya pemetaan dan portfolio BUMN untuk genjot profit maksimum. Sampai dengan bulan Juni 2022, terdapat 91 BUMN di Indonesia (79 Persero dan 12 Perum) yang tersebar di 12 sektor Industri dengan total nilai Kekayaan Negara Dipisahkan yang diinvestasikan kepada BUMN sebesar Rp2.469 Triliun (s.d. tahun 2021).

- Jikalau 90 BUMN tersebut bisa profit maksimum dan 1 BUMN khusus untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan, maka itu hanya 1% pengorbanan.

- Perlunya pemetaan komoditi yang harus dikendalikan pemerintah dan mana yang harus impor.

Inti dari pembahasan para penulis, reviewer, dan pemantik diskusi bedah buku, hampir secara keseluruhan sepakat bahwa stabilisasi pangan masih perlu dilakukan, salah satunya adalah untuk mencegah "excessive volatility".

Topik yang sangat menarik dan patut untuk dikaji dan dipelajari :)


Salah satu kritik dari reviewer buku dari KOMPAS, yaitu M. Kurniawan, menyatakan bahwa buku ini dari awal sampai akhir hanya membahas mengenai beras saja, diperlukan pembahasan mendalam serupa untuk komoditas lainnya, agar diskursus dapat berkembang sebagai upaya penyelesaian masalah berbagai komoditas pangan dan pertanian Indonesia di lapangan.

No comments:

Post a Comment