Saturday 21 October 2023

Buku "Politik Ekonomi Pangan: Menggapai Kemandirian, Mewujudkan Kesejahteraan" karya Ir. H. E. Herman Khaeron, M.Si.

 

 

Saya baru saja membaca buku "Politik Ekonomi Pangan: Menggapai Kemandirian, Mewujudkan Kesejahteraan" karya Pak Ir. H.E. Herman Khaeron, M.Si. yang saya pinjam dari Perpustakaan Faperta UNPAD. Buku ini memberikan sudut pandang mengenai politik ekonomi pangan, khususnya Ketahanan Pangan (Food Security) dari perspektif seorang politisi dan pemangku kebijakan di pemerintahan. Buku ini diterbitkan di tahun 2012 saat RUU tentang Pangan dibahas di DPR. Pak Herman Khaeron memberikan perspektif mengenai ketahanan pangan dan kedaulatan pangan yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk kesejahteraan masyarakat dan terpenuhinya kecukupan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga, meskipun kedaulatan pangan memiliki aspek politis lebih kental dari latar belakang munculnya istilah ini dan keterkaitannya dengan hak rakyat dan negara untuk menentukan serta memenuhi kebutuhan pangannya tanpa didikte atau dipengaruhi negeri lain. Beliau pun menggarisbawahi bahwa impor pangan untuk memperkuat ketahanan pangan bukanlah sesuatu aib bagi negara dan pemerintah selama itu dilakukan dalam kondisi darurat yang sifatnya untuk menambah cadangan pangan saat krisis atau gejolak lainnya yang tujuan akhirnya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional agar lebih kuat, meskipun secara prinsip penyediaan dari dalam negeri harus diutamakan dan diprioritaskan serta dengan catatan jangan sampai negara bergantung total  dari pemenuhan impor dari negara lain. Beliau mengungkapkan di era globalisasi saat ini, ekspor impor pangan merupakan hal yang lumrah dan tidak ada satu negara pun yang bisa memenuhi keseluruhan pangannya sendiri, di saat satu negara mengekspor satu komoditas bisa jadi negara itu mengimpor komoditas lain baik kebutuhan pangan maupun industrinya.

Buku ini memaparkan mengenai bagaimana peran pemerintah dan stakeholder pangan, termasuk petani dalam politik harga, politik subsidi dan insentif, stabilisasi pasokan dan harga, diversifikasi pangan, dan hambatan beralih ke bahan pangan non beras. Berikut beberapa kutipan yang menarik perhatian saya:

“Dengan naiknya harga pangan, di satu sisi memang menguntungkan petani atau mereka yang menjadi produsen pangan, tetapi di sisi lain menjadikan kelompok masyarakat miskin dan pas-pasan menjadi terganggu aksesnya karena faktor harga yang menguras kantong pendapatan mereka.

Sebaliknya ketika harga pangan dikondisikan demikian murah, bagi produsen pangan, khususnya petani kecil berakibat kontraproduktif karena imbal balik atau keuntungan yang diperolehnya menjadi kecil yang berarti kecil pula pendapatan mereka dibandingkan dengan kemungkinan resiko yang mengancam mereka selama proses produksi. Resiko tersebut antara lain karena faktor musim dan juga ancaman serangan penyakit yang kondisinya sekarang semakin sulit diantisipasi dan diatasi dengan cara-cara tradisional. Secara psikologis-ekonomis, petani, peternak dan nelayan kecil merasa dirugikan dan tidak tidak dihargai kerja kerasnya secara layak. Ketika harga pangan dianggap murah, dampaknya akan mendorong petani beralih ke kegiatan produktif lain yang dianggap lebih menguntungkan, atau mengkonversi asset mereka untuk peruntukan lain seperti perumahan misalnya.”

“Dimanapun, kebijaksanaan harga pertanian dalam kaitannya dengan jumlah pasokan merupakan salah satu kebijaksanaan yang terpenting di banyak negara. Dengan stok pangan yang cukup atau bahkan berlebih maka lebih mudah mengelola harga pangan pada tingkat yang wajar dan terjangkau serta saling menguntungkan produsen dan konsumen serta industri dalam negeri. Kedua kebijakan ini biasanya digabung dengan kebijaksanaan pendapatan sehingga disebut kebijaksaan harga dan pendapatan (price and income policy). Segi harga dari kebijaksanaan itu bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijaksanaan harga dapat mengandung pemberian suatu penyangga atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu.” 
"Secara umum petani Indonesia sebagian besar masih berada di dalam perangkap keseimbangan lingkaran kemiskinan jangka panjang (the low level equilibrium trap). Menyerahkan persoalan pasokan pertanian kepada mereka adalah sesuatu yang rentan. Begitu juga soal stabilitas dan keseimbangan harga pangan tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar dimana aktor-aktornya berada dalam posisi rentan dan lemah dari pengaruh goncangan internal dan eksternal. Pemerintah merupakan pihak yang paling diharapkan perannya untuk mengatasi persoalan stabilitas pasokan dan harga pangan. Apapun cara dan modelnya, kedua aspek itu harus bisa dilakukan pemerintah, misalnya dengan mengimpor kebutuhan pangan. Jika perlu pemerintah dapat memilih opsi membeli dengan harga sedikit lebih mahal dan menjualnya dengan harga sedikit lebih murah atau sebaliknya. Jika harga pangan terlalu murah yang diuntungkan adalah konsumen, tetapi tidak demikian dengan produsen pertanian yang ada di dalam negeri, harga yang rendah adalah bencana bagi mereka. Begitu juga sebaliknya, harga yang tinggi akan membuat konsumen menjerit, akan memberi keuntungan untuk produsen pertanian. Celakanya jika harga tinggi itu bukan petani yang menikmati, tetapi para spekulan dan pedagang."

No comments:

Post a Comment