Monday 19 June 2023

SEPASANG PERMATA - "Seperti Sungai yang Mengalir: Buah Pikiran dan Renungan" karya Paulo Coelho

 

SEPASANG PERMATA - "Seperti Sungai yang Mengalir: Buah Pikiran dan Renungan" karya Paulo Coelho

Dari biarawan Cistercian, Marcos Garria, di Burgos, Spanyol.

"Kadang-kadang Tuhan mengambil kembali suatu berkah yang telah diberikan-Nya pada seseorang, supaya orang itu bisa memahami-Nya, bahwa Dia bukan semata-mata tempat untuk memnjatkan permohonan dan permintaan. Tuhan tahu seberapa jauh Dia bisa menguji jiwa seseorang, dan tidak akan pernah melewati batas ketahanan orang itu. Pada saat-saat demikian, janganlah kita berkata, "Tuhan telah meninggalkan aku." Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita, walau kita kadang-kadang meninggalkan-Nya. Kalau Tuhan menetapkan suatu ujian berat pada kita, Dia selalu membekali kita dengan cukup -malah lebih dari cukup- kebutuhan untuk bisa lulus dari ujian tersebut."

Menyangkut hal ini, salah satu orang pembaca saya, Camila Galvao Piva, mengirimkan sebuah kisah menarik yang berjudul Sepasang Permata.

Seorang rabi yang sangat saleh hidup bahagia bersama keluarganya -seorang istri yang baik dan dua anak lelaki mereka tercinta. Suatu kali, urusan pekerjaan membuat sang rabi harus mengadakan perjalanan selama beberapa hari. Ketika dia sedang tidak di rumah, kedua anaknya tewas dalam kecelakaan mobil yang dahsyat.

Sang ibu menanggung kesedihannya seorang diri, dalam diam. Namun karena dia seorang perempuan yang tegar, ditopang oleh iman dan kepercayaannya kepada Tuhan, bencana ini ditanggungnya dengan penuh harga diir serta ketabahan. Tetapi dia akan mengabarkan peristiwa tragis ini kepada suaminya? Suaminya juga orang yang beriman kuat, tetapi dulu dia pernah masuk rumah sakit karena masalah-masalah jantung, dan istrinya khawatir sang suami akan meninggal begitu diberitahu tentang tragedi tersebut.

Maka dia hanya bisa berdoa kepada Tuhan, memohon petunjuk, bagaimana mesti bertindak. Menjelang kepulangan suaminya, sang istri berdoa dengan khusyuk dan akhirnya memperoleh jawabannya.

Keesokan harinya sang rabi tiba di rumah; dia memeluk istrinya dan menanyakan keadaan anak-anaknya. Sang istri berkata tak usahlah dia mengkhawatirkan mereka, sebaiknya mandi saja dan beristirahat.

Sejenak kemudian, mereka duduk untuk makan siang. Sang istri menanyakan tentang perjalanan suaminya, dan sang rabi menceritakan apa saja yang dialaminya; dia berbicara tentang belas kasih Tuhan, dan setelah itu dia kembali menanyakan anak-anaknya.

Dengan agak canggung istrinya menjawab, "Jangan khawatir tentang anak-anak. Kita bicarakan nanti saja. Pertama-tama, aku perlu bantuanmu untuk menyelesaikan suatu masalah yang sangat penting."

Suaminya bertanya dengan cemas, "Ada apa? Kau kelihatan begitu tertekan. Ceritakan semua yang kau susahkan, dan aku yakin, dengan pertolongan Tuhan, kita bisa menyelesaikan masalah itu bersama-sama."

"Waktu kau sedang bepergian, seorang teman kita datang berkunjung dan meninggalkan sepasang permata yang tak ternilai harganya; dia minta aku merawat sepasang permata itu. Betapa indahnya mereka! Belum pernah aku melihat permata-permata seindah itu. Tetapi kemudian dia datang lagi untuk mengambilnya, padahal aku tidak ingin memulangkannya. Aku sudah terlalu sayang pada mereka. Apa yang mesti kuperbuat?"

"Aku sungguh heran akan sikapmu! Selama ini kau bukanlah perempuan yang memetingkan harta benda duniawi!"

"Tetapi aku belum pernah melihat permata-permata seperti itu. Aku tidak tahan kalau mesti kehilangan mereka selamanya."

Dan sang rabi pun berkata dengan tegas, "Tak seorang pun bisa kehilangan sesuatu yang bukan miliknya. Menyimpan permata-permata itu sama saja artinya mencuri. Kita mesti mengembaliksnnya, dan aku akan membantumu mengatasi kehilangan itu. Kita akan lakukan ini bersama-sama, hari ini juga."

"Baiklah kalau itu yang kau katakan, kasihku. Permata-permata itu akan kita pulangkan. Bahkan sebenarnya mereka telah dikembalikan. Sepasang permata berharga itu adalah anak-anak kita. Tuhan telah memercayakan mereka pada kita, dan ketika kau sedang bepergian, Dia datang untuk mengambil mereka kembali. Mereka sudah tiada."

Maka mengertilah sang rabi. Dipeluknya istrinya dan mereka menangis sedih bersama-sama; namun mereka telah memahami pesan itu, dan mulai hari itu, mereka berjuang untuk menanggung kehilangan mereka bersama-sama.