Monday 22 January 2024

#22HBB Vol.3 Day 16 and Day 17 Buku Pangan: Sistem, Diversifikasi, Kedaulatan, dan Peradaban Indonesia Karya Dr. E. Herman Khaeron, Ir., M.Si.

 

 

Berikut ini rekap insight dan rangkuman dari Day 16 dan Day 17 #22HBB Vol. 3 Buku Pangan: Sistem, Diversifikasi, Kedaulatan, dan Peradaban Indonesia karya Dr. E. Herman Khaeron, Ir., M.Si. Selamat Menyimak!

Day 16 #22HBB Vol.3 (21 Januari 2024)

6 - 0 – Dzikra Yuhasyra ⚽

📚 Pangan: Sistem, Diversifikasi, Kedaulatan, dan Peradaban Indonesia - Dr. E. Herman Khaeron, Ir., M.Si. – hlm. 15-19/352


Insight/rangkuman/catatan:

Land Grabbing: Tekanan di Balik Investasi Pangan Asing

Salah satu tekanan dibalik investasi pangan asing, khususnya di bidang perkebunan (sawit) adalah land grabbing bagi masyarakat adat (lahan ulayat), lahan rakyat, lahan negara yang dirampas. Hal ini diperparah oleh investasi pertanian cepat saji (instan) dengan tuntutan lahan tetap jumbo. Mekanisme investasinya tidak dilakukan dari nol, tetapi membeli atau menyewa tanah dan tanaman petani yang siap memasuki umur produktif. Bahkan ada juga yang dilakukan pada lahan negara, dengan mekanisme sewa lahannya kepada negara, sedangkan sewa tanamannya kepada petani penggarap. Dibantu institusi terkait, investor bernegosiasi, bersepakat, dan bertransaksi dengan petani sawit, petani karet, petani kakao, dan petani kakao. Mekanisme investasi pertanian instan ini sangat menguntungkan investor dan pemerintah, tetapi dalam jangka panjang sangat merugikan petani. Bagaimana tidak, aktivitas paling rumit (proses produksi atau usahatani) dilakukan oleh petani, sedangkan aktivitas panen dan pascapanen yang paling menguntungkan dinikmati investor. Ironinya, petani dan penggarapnya sendiri hanya menikmati keuntungan sesaat, selanjutnya menjadi buruh tani di lahan milik atau lahan yang dulu digarapnya. Fenomena investasi model kolonisasi lanjut ini dapat dijumpai pada perkebunan sawit di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, serta pada tanaman kopi di sentra produksinya, baik Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Papua.



Day 17 #22HBB Vol.3 (22 Januari 2024)

6 - 0 – Dzikra Yuhasyra ⚽

📚 Pangan: Sistem, Diversifikasi, Kedaulatan, dan Peradaban Indonesia - Dr. E. Herman Khaeron, Ir., M.Si. – hlm. 19-20/352


Insight/rangkuman/catatan:

Perang Pangan Masa Depan

Seperti disinggung sebelumnya, keruntuhan peradaban mapan juga terjadi karena dihancurkan (diserang) eksistensi pangannya. Siapa yang menyerang? Jika pada masa yang lalu penyerangan dilakukan oleh entitas kekuasaan (suku, bangsa) lain yang hendak merebut pangan dan memperluas kekuasaan, sekarang pun sama. Bedanya, sekarang pelaku, model, metode, dan teknik (senjata) penyerangannya semakin beragam dan canggih. Penyerangan dilakukan oleh negara industri, korporasi pangan, lembaga riset, dan sebagainya. Bahkan, penyerangan pangan ala sekarang tidak hanya dilakukan dari daratan, tetapi juga dari luar angkasa.

Model dan metodenya tidak seperti yang dilakukan Gengis Khan ketika menjarah pangan dari Korea, tetapi dilakukan melalui mekanisme bisnis dan perdagangan, kontrak kemitraan, dan investasi pangan. Sen- jata untuk menghancurkannya pun bukan lagi pedang, tank, pesawat, dan pemusnah massal, tetapi pengendalian input produksi, penyebaran hama penyakit (tanaman, ternak, ikan), pengendalian pasar, perluasan (ekspansi) pasar, pengendalian agroindustri, utang luar negeri, standardisasi, rekayasa iklim, dan sebagainya. Bahkan, sekarang dilakukan secara sunyi dengan teknologi cerdas dan kecerdasan buatan.

Semula, kebanyakan orang memandang pangan sekadar urusan perut. Padahal sejak awal, pangan menjadi sumber daya rebutan dan memicu banyak konflik, bahkan menjadi pemicu peperangan (foodwar) antar- suku, antarbangsa, dan antarnegara. Secara historis, kitab suci agama samawi mengabarkan bahwa pembunuhan pertama manusia yang dilakukan Habil terhadap Kabil, pemicunya tidak terlepas dari pangan. Semua itu menegaskan bahwa pangan bukan hanya vital dan mendasar, tetapi juga mematikan.

Oleh karena itu, pangan wajib dilindungi oleh negara dan diupayakan agar senantiasa berdaulat. Atas dasar itu juga, TNI menempatkan "Ketahanan Pangan sebagai Ketahanan Nasional, dan Kedaulatan Pangan sebagai Kedaulatan Bangsa dan Negara". Sejatinya, hal yang dikhawatir Malthus puluhan tahun yang lalu adalah perang pangan. Ada kecenderungan, perang pangan masa depan akan semakin canggih dan tidak terlihat (invisible). Perang pangan masa depan akan bersembunyi di balik kesepakatan global, pinjaman utang, investasi pangan, bisnis daring, dan sebagainya.

Pada perkembangannya, pangan digunakan sebagai senjata yang mematikan untuk menyerang, menaklukan, membentang, dan mengendalikan kekuasaan di berbagai negara yang terbelakang dan sedang berkembang. Jika semula perang pangan dilakukan secara terang-terangan (frontal) oleh negara digdaya pangan, sekarang dirancang secara halus dan terselubung melalui, "Pengendalian Input Produksi Pangan, Pengendalian Input Agroindustri Pangan, Penyeragaman Pangan, Pelembagaan Pangan Impor, dan Investasi Pangan Asing". Bahkan, dirancang dalam bentuk rekayasa iklim, gelombang elektromagnetik, dan hama penyakit aneh masa depan.

No comments:

Post a Comment