Tuesday 19 December 2023

UAS POLITIK PERTANIAN DAN AGRARIA - TEORI DOUBLE SQUEEZE DAN MULTIPLE SQUEEZE DALAM KONTEKS PERTANIAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PETANI

Berikut materi presentasi UAS saya di mata kuliah Politik Pertanian dan Agraria tentang Teori Double Squeeze dan Multiple Squeeze dalam Konteks Pertanian serta dampaknya Terhadap Petani, yang diampu oleh Pak Dr. Trisna Insan Noor, Ir., DEA. Selamat menyimak!



  • Apa itu Teori Double Squeeze?

Teori Double Squeeze adalah sebuah konsep yang digunakan dalam bidang ekonomi dan hukum persaingan. Teori ini menggambarkan situasi di mana sebuah perusahaan menghadapi tekanan dari dua sisi yang berbeda secara bersamaan. Pertama, perusahaan tersebut menghadapi tekanan dari pemasoknya yang menaikkan harga bahan baku atau komponen yang dibutuhkan. Kedua, perusahaan juga menghadapi tekanan dari konsumennya yang menuntut harga yang lebih rendah untuk produk atau layanan yang ditawarkan.

Dalam situasi ini, perusahaan berada di antara dua tekanan yang saling bertentangan. Jika perusahaan menaikkan harga produknya untuk mengimbangi kenaikan harga bahan baku, konsumen mungkin akan beralih ke pesaing yang menawarkan harga lebih rendah. Namun, jika perusahaan menurunkan harga produknya untuk memenuhi tuntutan konsumen, maka laba perusahaan dapat tergerus karena biaya produksi yang meningkat.

Teori Double Squeeze ini sering kali menjadi perhatian dalam kasus-kasus persaingan di pasar yang terbatas atau terkonsentrasi. Pemerintah dan otoritas pengatur sering kali harus mempertimbangkan dampak dari teori ini dalam menentukan kebijakan persaingan yang adil dan melindungi kepentingan konsumen serta produsen.

  • Teori Double Squeeze dalam Konteks Pertanian

Dalam konteks pertanian, contoh teori Double Squeeze dapat terjadi ketika petani menghadapi tekanan dari dua sisi yang berbeda. Pertama, mereka mungkin menghadapi kenaikan harga input pertanian seperti bibit, pupuk, atau pestisida yang diperlukan untuk produksi tanaman. Kedua, mereka juga dapat menghadapi tekanan dari pembeli atau perusahaan pengolahan yang menawarkan harga yang rendah untuk produk pertanian mereka.

Misalnya, petani jagung menghadapi kenaikan harga pupuk dan pestisida yang dibutuhkan untuk menanam jagung. Di sisi lain, mereka juga menghadapi tekanan dari perusahaan pengolahan jagung yang menawarkan harga yang rendah untuk hasil panen mereka. Dalam situasi ini, petani berada di antara dua tekanan yang saling bertentangan.

Jika petani menaikkan harga jual jagung mereka untuk mengimbangi kenaikan harga input pertanian, perusahaan pengolahan mungkin akan mencari pasokan dari petani lain yang menawarkan harga lebih rendah. Namun, jika petani menurunkan harga jual jagung mereka untuk memenuhi tuntutan perusahaan pengolahan, maka laba petani dapat tergerus karena biaya produksi yang meningkat.

Teori Double Squeeze pada petani dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam keuntungan antara petani dan perusahaan pengolahan. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi petani untuk memperoleh keuntungan yang adil dari hasil panen mereka.

  • Peran Pemerintah Menghadapi Double Squeeze dalam Konteks Pertanian

Pemerintah dapat membantu petani dalam menghadapi teori Double Squeeze dengan mengambil beberapa langkah strategis. Berikut adalah beberapa contoh:

1. Subsidi input pertanian: Pemerintah dapat memberikan subsidi untuk input pertanian seperti pupuk, benih, pestisida, dan alat pertanian. Dengan mengurangi biaya produksi, petani dapat mengatasi kenaikan harga input yang dapat menyebabkan tekanan finansial.

2. Regulasi harga: Pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang mengatur harga minimum untuk produk pertanian. Hal ini dapat mencegah perusahaan pengolahan atau pembeli untuk menawar harga yang terlalu rendah kepada petani. Regulasi harga yang adil dapat membantu petani mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil panen mereka.

3. Peningkatan akses pasar: Pemerintah dapat membantu petani dengan memperluas akses mereka ke pasar domestik dan internasional. Ini dapat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur yang memadai, dukungan dalam pemasaran dan promosi produk pertanian, serta memfasilitasi perdagangan yang adil.

4. Pendidikan dan pelatihan: Pemerintah dapat menyediakan pendidikan dan pelatihan kepada petani untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang praktik pertanian yang efisien dan inovatif. Dengan pengetahuan yang lebih baik, petani dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha pertanian mereka, sehingga dapat mengurangi tekanan finansial yang mungkin mereka hadapi.

5. Jaminan harga: Pemerintah dapat memberikan jaminan harga kepada petani untuk produk pertanian tertentu. Ini dapat memberikan kepastian kepada petani tentang harga jual produk mereka, sehingga mereka dapat merencanakan produksi dan investasi dengan lebih baik.
 
Melalui langkah-langkah ini, pemerintah dapat berperan aktif dalam membantu petani menghadapi teori Double Squeeze dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi sektor pertanian.

  • Dampak Pada Keberlanjutan Pertanian

Teori Double Squeeze memiliki dampak yang signifikan pada keberlanjutan pertanian. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat terjadi:

1. Penurunan keuntungan petani: Dalam teori Double Squeeze, petani menghadapi tekanan dari dua sisi, yaitu kenaikan harga input pertanian (seperti pupuk, benih, dan pestisida) dan penurunan harga jual produk pertanian. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan keuntungan yang diperoleh oleh petani. Jika keuntungan yang diperoleh tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan investasi di pertanian, petani mungkin terpaksa meninggalkan usaha pertanian mereka.

2. Ketidakseimbangan ekonomi: Dalam teori Double Squeeze, peningkatan harga input dan penurunan harga jual produk pertanian dapat menciptakan ketidakseimbangan ekonomi dalam sektor pertanian. Petani mungkin menghadapi kesulitan dalam membayar biaya produksi dan hutang, sementara perusahaan pengolahan atau pembeli mungkin mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Ketidakseimbangan ini dapat mengancam keberlanjutan pertanian dan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi di daerah pertanian.

3. Pengurangan produksi pertanian: Dalam situasi Double Squeeze, beberapa petani mungkin memilih untuk mengurangi produksi atau bahkan berhenti sepenuhnya. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan pasokan produk pertanian, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dan harga di pasar. Pengurangan produksi pertanian juga dapat berdampak negatif pada ketahanan pangan dan keamanan pangan suatu negara.

4. Ketidakstabilan sosial: Dampak teori Double Squeeze juga dapat menciptakan ketidakstabilan sosial di daerah pertanian. Petani yang menghadapi tekanan finansial yang tinggi mungkin mengalami stres, ketidakpuasan, dan ketidakadilan. Ini dapat memicu ketegangan sosial, protes, dan konflik di antara petani, perusahaan pengolahan, dan pemerintah.

5. Kerugian lingkungan: Dalam upaya untuk mengatasi tekanan finansial, petani mungkin terpaksa menggunakan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan berlebihan pupuk atau pestisida. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas tanah, air, dan biodiversitas. Dengan demikian, teori Double Squeeze juga dapat membahayakan keberlanjutan lingkungan.
Dalam menghadapi dampak dari teori Double Squeeze, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk bekerja sama dalam menciptakan kebijakan dan solusi yang dapat meningkatkan keberlanjutan pertanian, melindungi kepentingan petani, dan menjaga keseimbangan ekonomi dan lingkungan.

  • Multiple Squeeze dalam Konteks Pertanian

Ada juga teori Multiple Squeeze yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pertanian. Teori Multiple Squeeze mengacu pada situasi di mana petani menghadapi tekanan dari beberapa faktor eksternal yang saling terkait. Contoh-contoh teori Multiple Squeeze dalam konteks pertanian antara lain:

1. Squeeze Ekonomi: Ini terjadi ketika petani menghadapi penurunan harga jual produk pertanian yang tidak sebanding dengan kenaikan biaya produksi. Misalnya, jika harga gabah turun secara signifikan sementara biaya pupuk dan bahan bakar naik, petani akan mengalami tekanan finansial yang besar.

2. Squeeze Lingkungan: Ini terjadi ketika petani menghadapi tekanan untuk mengurangi penggunaan sumber daya alam yang terbatas, seperti air atau lahan pertanian, karena kebutuhan yang semakin meningkat. Misalnya, jika air irigasi semakin langka karena perubahan iklim, petani mungkin menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman mereka.

3. Squeeze Kebijakan: Ini terjadi ketika kebijakan pemerintah atau peraturan yang tidak menguntungkan diterapkan terhadap petani. Misalnya, jika pemerintah mengurangi subsidi pupuk atau memberlakukan aturan yang membatasi akses petani ke pasar, hal ini dapat menghambat kemampuan petani untuk menghasilkan dan menjual produk pertanian mereka.

4. Squeeze Pasar: Ini terjadi ketika petani menghadapi kesulitan dalam menjual produk pertanian mereka dengan harga yang menguntungkan. Misalnya, jika terjadi peningkatan impor produk pertanian yang lebih murah, hal ini dapat menekan harga jual produk lokal dan mengurangi keuntungan petani.

Dalam menghadapi teori Multiple Squeeze, penting bagi petani dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencari solusi yang holistik dan berkelanjutan. Ini dapat melibatkan kerjasama antara pemerintah, petani, perusahaan pengolahan, dan masyarakat untuk mengembangkan kebijakan yang mendukung, meningkatkan akses pasar, mempromosikan praktik pertanian yang berkelanjutan, dan melindungi kepentingan petani.

  • Mengatasi Multiple Squeeze dalam Praktik Pertanian

Untuk mengatasi teori Multiple Squeeze dalam praktik pertanian, petani dapat mengambil langkah-langkah berikut:

1. Diversifikasi usaha pertanian: Petani dapat mencoba menanam berbagai jenis tanaman atau beternak hewan yang berbeda untuk mengurangi risiko dari fluktuasi harga dan permintaan pasar. Dengan diversifikasi, petani dapat memanfaatkan peluang yang ada dan mengurangi dampak dari tekanan ekonomi.

2. Meningkatkan efisiensi produksi: Petani dapat mengadopsi teknologi pertanian yang lebih efisien, seperti penggunaan irigasi tetes, penggunaan pupuk organik, atau penggunaan energi terbarukan. Dengan meningkatkan efisiensi produksi, petani dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produktivitas, sehingga dapat mengatasi tekanan ekonomi.

3. Membangun kemitraan: Petani dapat bekerja sama dengan pihak lain, seperti perusahaan pengolahan atau kelompok tani, untuk meningkatkan akses ke pasar yang lebih stabil dan menguntungkan. Dengan membentuk kemitraan, petani dapat memperoleh keuntungan dari skala ekonomi dan mendapatkan akses ke sumber daya yang lebih baik.

4. Meningkatkan keberlanjutan lingkungan: Petani dapat mengadopsi praktik pertanian yang berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk organik, pengelolaan air yang efisien, atau pengendalian hama yang ramah lingkungan. Dengan menjaga keseimbangan ekologi dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, petani dapat mengatasi tekanan lingkungan.

5. Berpartisipasi dalam kebijakan pertanian: Petani dapat aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan berpartisipasi dalam organisasi pertanian atau kelompok advokasi. Dengan berperan dalam kebijakan pertanian, petani dapat mempengaruhi peraturan yang mengatur sektor pertanian dan memperjuangkan kepentingan mereka.

Dengan mengadopsi langkah-langkah ini, petani dapat mengatasi teori Multiple Squeeze dan meningkatkan keberlanjutan praktik pertanian mereka.

  • ​Dampak Jangka Panjang dari Multiple Squeeze Terhadap Keberlanjutan Pertanian

Dampak jangka panjang dari teori Multiple Squeeze terhadap keberlanjutan pertanian dapat meliputi:

1. Penurunan pendapatan petani: Ketika petani menghadapi tekanan ekonomi yang terus menerus, seperti fluktuasi harga yang tinggi atau biaya produksi yang meningkat, pendapatan petani dapat menurun secara signifikan. Hal ini dapat menghambat kemampuan petani untuk menginvestasikan kembali dalam usaha pertanian mereka dan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih besar.

2. Ketidakstabilan pasar: Teori Multiple Squeeze dapat menyebabkan ketidakstabilan pasar, di mana harga dan permintaan produk pertanian menjadi tidak terduga dan sulit diprediksi. Hal ini dapat membuat petani sulit untuk merencanakan produksi dan mengelola risiko dengan baik, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan usaha pertanian.
 

3. Pengurangan keanekaragaman hayati: Dalam upaya untuk mengatasi tekanan ekonomi, beberapa petani mungkin cenderung beralih ke produksi komoditas yang lebih menguntungkan secara finansial. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan keanekaragaman hayati, karena tanaman atau hewan yang lebih menguntungkan secara ekonomi mungkin mendominasi lahan pertanian. Pengurangan keanekaragaman hayati dapat memiliki dampak negatif pada keberlanjutan ekosistem pertanian dan ketahanan pangan jangka panjang.

4. Ketergantungan pada input eksternal: Dalam situasi teori Multiple Squeeze, petani mungkin terpaksa mengandalkan input eksternal seperti pupuk kimia, pestisida, atau benih hibrida yang mahal untuk meningkatkan produktivitas mereka. Ketergantungan ini dapat mengurangi kemandirian petani dan meningkatkan risiko terhadap fluktuasi harga input, yang dapat merugikan keberlanjutan pertanian.

5. Kerusakan lingkungan: Teori Multiple Squeeze juga dapat berdampak negatif pada lingkungan pertanian. Tekanan ekonomi yang tinggi dapat mendorong penggunaan praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan pestisida berlebihan atau penggundulan hutan untuk perluasan lahan pertanian. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak jangka panjang terhadap keberlanjutan pertanian dan ekosistem.

Dalam menghadapi dampak jangka panjang dari teori Multiple Squeeze, penting bagi petani untuk mengadopsi strategi yang berkelanjutan dan berfokus pada keberlanjutan jangka panjang usaha pertanian mereka.

  • Contoh Squeeze Harga yang Berpengaruh kepada Petani

Squeeze harga dapat berpengaruh kepada petani dengan cara sebagai berikut:

1. Squeeze harga beli: Squeeze harga beli terjadi ketika petani harus membeli input pertanian, seperti benih, pupuk, atau pestisida, dengan harga yang tinggi. Jika harga input meningkat secara signifikan, petani akan menghadapi tekanan finansial yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan produksi mereka. Hal ini dapat mengurangi margin keuntungan petani dan menghambat keberlanjutan usaha pertanian.

2. Squeeze harga jual: Squeeze harga jual terjadi ketika petani menjual hasil panen mereka dengan harga yang rendah. Faktor-faktor seperti fluktuasi pasar, kelebihan pasokan, atau dominasi pasar oleh pemain besar dapat menyebabkan harga jual produk pertanian menjadi rendah. Dalam situasi ini, petani mungkin tidak dapat memperoleh harga yang adil untuk produk mereka, yang dapat mengurangi pendapatan dan menghambat keberlanjutan pertanian.

3. Squeeze harga pasar: Squeeze harga pasar terjadi ketika petani menghadapi persaingan yang ketat di pasar. Jika terlalu banyak petani yang menanam tanaman yang sama atau menghasilkan produk yang serupa, permintaan pasar mungkin tidak mampu menyerap semua produksi tersebut. Akibatnya, harga produk pertanian dapat turun secara signifikan, mengakibatkan kerugian finansial bagi petani dan menghambat keberlanjutan usaha pertanian.

4. Squeeze harga rantai pasokan: Squeeze harga rantai pasokan terjadi ketika petani mendapatkan bagian yang kecil dari nilai tambah yang dihasilkan oleh produk pertanian mereka. Dalam rantai pasokan pertanian, terdapat berbagai tingkatan seperti distributor, pedagang, dan pengecer, yang masing-masing menambahkan nilai dan mengambil keuntungan. Jika petani hanya mendapatkan bagian kecil dari keuntungan akhir, mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam mengelola biaya produksi dan mencapai keberlanjutan usaha pertanian.

Dalam menghadapi squeeze harga, petani dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya, seperti diversifikasi usaha pertanian, mencari pasar alternatif, berkolaborasi dengan petani lain untuk memperoleh kekuatan tawar-menawar yang lebih besar, atau mengembangkan strategi pemasaran yang inovatif.

  • ​Mengatasi Squeeze Harga dan Meningkatkan Keberlanjutan Usaha Pertanian

 Untuk mengatasi squeeze harga dan meningkatkan keberlanjutan usaha pertanian, petani dapat melakukan beberapa langkah berikut:

1. Diversifikasi usaha: Petani dapat mencoba menanam berbagai jenis tanaman atau mengembangkan produk pertanian yang berbeda. Diversifikasi usaha dapat membantu mengurangi risiko dari fluktuasi harga satu jenis tanaman atau produk tertentu. Selain itu, dengan menawarkan variasi produk, petani dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan mengurangi ketergantungan pada satu pasar atau pembeli.

2. Membangun kemitraan: Petani dapat bekerja sama dengan petani lain atau membentuk koperasi pertanian untuk memperoleh kekuatan tawar-menawar yang lebih besar dalam negosiasi harga dengan pembeli atau pengecer. Melalui kemitraan, petani dapat memperkuat posisi mereka dalam rantai pasokan dan memperoleh keuntungan yang lebih adil.

3. Meningkatkan efisiensi produksi: Petani dapat mengadopsi teknologi pertanian modern dan praktik pertanian yang efisien untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya produksi. Menggunakan teknik irigasi yang efisien, mengoptimalkan penggunaan pupuk dan pestisida, serta menerapkan metode pertanian berkelanjutan dapat membantu petani mengurangi biaya produksi dan meningkatkan keuntungan.

4. Membangun jejaring pemasaran: Petani dapat membangun jejaring pemasaran yang kuat dengan pembeli, pengecer, dan konsumen. Dengan mengenal pasar dan permintaan konsumen, petani dapat mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, seperti branding produk, menjual langsung kepada konsumen melalui pasar lokal atau penjualan online, atau menjalin kerjasama dengan restoran atau toko-toko organik. Hal ini dapat membantu petani mendapatkan harga yang lebih baik dan meningkatkan keberlanjutan usaha pertanian.

5. Meningkatkan keahlian dan pengetahuan: Petani dapat mengikuti pelatihan, seminar, atau mengakses informasi pertanian terbaru untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang teknik pertanian yang efektif, manajemen keuangan, dan strategi pemasaran. Dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik, petani dapat menghadapi tantangan dan peluang dengan lebih baik, serta meningkatkan keberlanjutan usaha pertanian mereka.

  • Keterkaitan Impor Beras dan Bahan Pokok Lainnya dengan Squeeze Harga serta Pengaruh terhadap Petani

 Kebijakan impor beras atau bahan pokok lainnya dapat memiliki dampak yang signifikan pada petani dan dapat berkontribusi pada squeeze harga. Berikut adalah beberapa cara hubungan antara kebijakan impor dan squeeze harga dapat mempengaruhi petani:

1. Persaingan harga: Jika negara mengimpor beras atau bahan pokok dari negara lain dengan harga yang lebih murah, maka petani lokal akan menghadapi persaingan yang lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan penurunan harga jual produk pertanian lokal, yang pada gilirannya dapat mengurangi pendapatan petani. Petani mungkin sulit bersaing dengan produk impor yang lebih murah, terutama jika biaya produksi mereka lebih tinggi. 

2. Ketergantungan pada pasar impor: Jika negara terlalu bergantung pada impor beras atau bahan pokok lainnya, petani lokal dapat menjadi rentan terhadap fluktuasi harga di pasar internasional. Jika harga impor naik, maka harga jual produk pertanian lokal juga cenderung naik. Namun, jika harga impor turun, petani lokal dapat menghadapi tekanan untuk menurunkan harga jual mereka, yang dapat mempengaruhi pendapatan mereka. 

3. Kebijakan subsidi: Negara dapat memberikan subsidi kepada petani lokal untuk melindungi mereka dari persaingan harga yang tidak adil dengan produk impor. Subsidi ini dapat membantu petani tetap bersaing dan menjaga keberlanjutan usaha pertanian mereka. Namun, jika kebijakan subsidi tidak tepat atau tidak efektif, hal ini juga dapat menciptakan distorsi pasar dan mengganggu harga yang sebenarnya.

4. Dampak sosial dan ekonomi: Squeeze harga dapat memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan pada petani. Jika harga jual produk pertanian terus rendah, petani mungkin menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka dan keluarga mereka. Hal ini dapat mengancam keberlanjutan usaha pertanian dan menyebabkan migrasi petani ke sektor lain.

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan impor dengan hati-hati dan memastikan bahwa kepentingan petani dan keberlanjutan usaha pertanian tetap menjadi prioritas. Dalam beberapa kasus, kebijakan proteksi atau insentif bagi petani lokal dapat membantu mengatasi squeeze harga dan memperkuat sektor pertanian domestik.

  • CONTOH KASUS

Salah satu contoh kasus nyata yang dapat menggambarkan hubungan antara kebijakan impor beras atau bahan pokok lainnya dan squeeze harga terhadap petani adalah kasus impor beras di Indonesia.

Pada tahun 2015, pemerintah Indonesia mengimpor beras dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan nasional. Impor beras dilakukan karena adanya kekurangan pasokan beras lokal yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti cuaca buruk dan penurunan produktivitas petani. Namun, impor beras tersebut memiliki dampak yang signifikan pada petani lokal.

Ketika beras impor masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah, petani lokal menghadapi persaingan yang ketat. Harga jual beras lokal pun turun drastis karena sulit bersaing dengan harga impor yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan pendapatan petani menurun dan mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.  

Selain itu, ketergantungan pada impor beras juga membuat petani lokal rentan terhadap fluktuasi harga di pasar internasional. Jika harga beras impor naik, harga jual beras lokal juga cenderung naik. Namun, jika harga beras impor turun, petani lokal harus menurunkan harga jual mereka, yang berdampak negatif pada pendapatan mereka.

Dalam kasus ini, kebijakan impor beras berpengaruh pada squeeze harga yang dialami oleh petani lokal. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan antara impor dan produksi lokal, serta perlunya kebijakan yang mendukung keberlanjutan usaha pertanian dan kesejahteraan petani.

Beberapa kasus lain yang dapat menggambarkan dampak kebijakan impor terhadap petani. Salah satunya adalah kasus impor gula di negara-negara Afrika.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara di Afrika mengalami peningkatan impor gula yang signifikan. Impor gula yang tinggi ini telah memberikan dampak negatif pada petani lokal di negara-negara tersebut. Ketika gula impor dengan harga yang lebih murah masuk ke pasar, petani lokal menghadapi persaingan yang sulit. Harga jual gula lokal pun turun drastis dan pendapatan petani menurun.

Selain itu, impor gula yang tinggi juga berdampak pada keberlanjutan usaha petani. Banyak petani di negara-negara Afrika mengandalkan pertanian gula sebagai sumber pendapatan utama. Namun, dengan adanya impor gula yang menggeser pasar lokal, petani menjadi kurang berdaya dan menghadapi kesulitan dalam mempertahankan usaha pertanian mereka.

Kasus ini menunjukkan bahwa kebijakan impor yang tidak diimbangi dengan perlindungan dan dukungan yang memadai bagi petani lokal dapat mengakibatkan squeeze harga dan mengancam keberlanjutan usaha pertanian.

  • REFERENSI

FAO Regional Office for Asia. (2006). Rapid Growth of Selected Asian Economies: Lessons and Implications for Agriculture and Food Security (Vol. 1). Food & Agriculture Organization

https://www.fao.org/3/ag089e/AG089E00.htm#TOC

Clapp, J. (2016). The Double Squeeze: Globalization and the Agricultural Crisis. Cambridge University Press.

Rulli, M. C. (2020). Multiple Squeeze in Agriculture: Challenges and Opportunities for Smallholder Farmers. Springer.

No comments:

Post a Comment