Sebuah tulisan dari tahun 1995 yang dirasa masih relevan hingga saat ini. Salah satu tulisan di Edisi Spesial Boulevard ITB.
Dari beberapa pendapat yang herhasil
dihimpun, sebagian besar
mengindikasikan keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap aksi mahasiswa.
Keraguan dan ketidakpercayaan ini pada gilirannya tentu akan menimbulkan
sejumlah pertanyaan terhadap aksi mahasiswa. Jika ditilik lebih jauh,
pertanyaan tadi tidak bisa tidak akan membawa kita masuk ke dalam
pembicaraan tentang "gerakan mahasiswa" karena bagaimanapun aksi
merupakan salah satu bentuk dari gerakan mahasiswa.
Disini
akan disorot gerakan mahasiswa dengan beherapa aspeknya. Sorotan yang kami
tampilkan adalah wawaneara dengan Hendardi dengan pokok tema "gerakan
mahasiswa" dimana BOULEVARD diwakili oleh Suryadi AR, staf LBH Bandung.
Sekilas
mengenainya: Hendrardi adalah alumni ITB jurusan Teknik Sipil angkatan '78.
Tahun 1978-1981 menjabat Ketua KPM (Komite pembelaan Mahasiswa) DM ITB -
organisasi yang bertugas menangani kasus pengadilan mahasiswa ITB yang terlibat
gerakan 1978. Tahun 1981 Hendrardi mengambilalih jabatan ketua terpilih DM ITB
yang mengundurkan diri. Sekarang dia menjabat Direktur Komunikasi dan Program
Khusus Yayasan LBH Indonesia di Jakarta
BOULEVARD: Mengapa mahasiswa
yang peduli terhadap politik sekarang makin sedikit?
Hendardi
: Ada sejumlah faktor
yang menimbulkan keadaan seperti itu. Pertama.
penguasa Orde, Baru telah berhasil menciptakan ketakutan-ketakutan politik
bukan saja terhadap mahasiswa tapi kepada semua warga negara masyarakat
Indonesia sehingga bicara politik seperti hidup di sebuah ruangan yang
menakutkan. Apa yang ditampilkan Deni ketika menentang otoriterisme ITB
menunjukkan hal itu. Dia telah memunculkan istilah `takut': takut dipecat.
takut ditangkap, takut disiksa, dan takut dipenjara bertahun-tahun. Kedua, dampak
ketakutan ini dikawinkan dengan politik 'massa mengambang'. Akibatnya. orang
yang aktif menciptakan kemajuan politik rakyat begitu langka. Apalagi oposisi
dilarang. Ketiga.
implikasi dari pelarangan berorganisasi. seperti DM/MPM adalah sudah begitu
mencengkeramnya kaki tangan aparat negara (state apparatus)
ke kampus-kampus. Hal yang sama terjadi diluar kampus. Upaya mahasiswa ITB
mclaksanakan referendum LSM (Lembaga Sentral Mahasiswa) mencapai kemenangan
namun upaya selanjutnya justru terbentur oleh penguasa kampus (rektorat). Tapi
setidak-tidaknya, mahasiswa ITB tidak lagi 'buta huruf’ terhadap kata referendum. Keempat,
mahasisxva ITB sekarang relatif lebih makmur dibanding pada masa saya jadi
mahasiswa. Faktor ekonomi seperti ini telah mempengaruhi minat mahasiswa akan
politik. Dengan kemakmuran, mereka bisa berbuat banyak hal tanpa dipusingkan
oleh penindasan-penindasan politik. Mereka bisa menyalurkan hobinya ke olahraga
dan hiburan.
Kelima. faktor SKS juga berpengaruh. SKS yang makin ketat memang mendorong
mahasiswa untuk memikirkan kepentingan pribadinya untuk menggondol gelar
sarjana. Tapi SKS bukanlah faktor utama. Menurut saya, represi politik itulah
faktor utamanya.
Tapi mengapa masih banyak
protes-protes politik yang dilancarkan mahasiswa?
Secara
ideologis. mahasiswa dihidupkan oleh mitos-mitos peranan. Sampai sekarang
mahasiswa masih terus dijulangkan sebagai 'hero' bagi masyarakat yang
tertindas. Mahasiswa merasa bahwa mereka bertanggung jawab untuk memprotes
penindasan politik yang terus dijalankan penguasa termasuk penguasa kampus.
Gerakan mahasiwa baru muncul di Indonesia tahun 1965-1966. Berhubung mereka
sukses menumbangkan rezim Soekarno dan menjadi pendukung yang memuluskan jalan
bagi Angkatan Darat mengambil alih kekuasaan negara, timbul istilah gerakan mahasiswa.
Sebelum masa itu ada banyak gerakan. Misalnya. gerakan buruh, petani. opbsisi
dan gerakan pemuda. Selama Orba, gerakan-gerakan ini dilenyapkan dan tampil
gerakan mahasiswa. Kalau diperiksa lebih, seksama. kemenangan tahun 1965 telah
berada di tangan Angkatan Darat. Sementara mahasiswa anti-komunis dimobilisasi
untuk segera mempercepat pencopotan Soekarno. Jadi. mahasiswa '66 bergerak atas
dasar mitos seolah-olah mereka yang punya andil besar menumbangkan Soekarno dan
membalas dendam terhadap golongan kiri dan simpatisannya.
Alasan yang lebih mendasar, mahasiswa belum masuk dalam hubungan kerja upahan atau gajian sehingga mahasiswa sering terbawa mitos maupun ideologi dominan. Mereka belum masuk dalam dunia karir atau profesi. Sementara dalam struktur ekonomi, negara (state) menempati posisi dan peran yang dominan. Karenanya negara mendominasi universitas.
Kalau
begitu, dimana posisi dari gerakan mahasiswa di Indonesia?
Posisi
mahasiswa tidak jelas, karena belum masuk dalam dunia hubungan kerja atau
profesi sehingga mereka tidak membawakan kepentingan ekonomi (struktural) diri
mereka. Mereka menggantungkan diri pada gagasan seperti hak asasi. kebebasan
dan demokrasi atau keadilan sosial. Sebagai gerakan. menggantungkan pada
gagasan—bukan kepentingan ekonomi—tentu saja lemah.
Mengapa
menggantungkan pada gagasan demokrasi dan keadilan sosial dianggap lemah?
Karena
mereka tidak menganalisa kondisi obyektif ekonomi-politik. Akibatnya tidak
punya pegangan ilmiah yang kuat. Gerakan mahasiswa tidak digabung kedalam
gerakan ilmiah. Berbeda dengan negara lain. Misalnya. mahasiswa Korea Selatan
justru menggabungkan dirinya ke dalam gerakan ilmiah. Mereka menyerap
ilmiah untuk menganalisa ekonomi-politik serta kekuatan-kekuatan sosial yang
beroperasi di negaranya. Sementara mahasiswa kita hanya menggantungkan pada
ide-ide yang abstrak dan sesaat.
Karena
mahasiswa tidak punya basis kepentingan ekonomi. Mereka berbeda dengan buruh.
petani. pengusaha atau profesi seperti guru. Golongan-golongan sosial tadi
membawa kepentingan ekonomi, tapi mahasiswa tidak. Mereka cenderung jadi resi.
intelektual tukang protos tapi mandul dalam politik karenanya menjadi elitis dan
eksklusif. Kegagalan gerakan mahasiswa 1974 dan 1978 bisa dipahami dari cara
mereka bergerak yang mirip resi dan elitis.
Mereka
cenderung berilusi. Mereka seolah-olah merasa kuat, tapi begitu dipukul
ketahuan lemahnya.
Kalau
begitu, apa yang dimaksud dengan gerakan ilmiah?
Untuk
menghasilkan gerakan yang efektif. mahasiswa harus ditunjang oleh ilmu
pengetahuan. Tidak ada demokrasi tanpa kesadaran demokratik. Untuk sampai pada
kesadaran demokratik, mahasiswa harus membekali kesadarannya untuk mengetahui
apa demokrasi itu, mengapa sekarang belum ada dan bagaimana upaya untuk
mencapainya. Tapi sebagian besar mahasiswa masih saja melayang sebagai `massa
mengambang'.
Apa
kehidupan ilmiah di Indonesia sudah berkembang?
Belum.
Kita tidak dididik untuk .berdebat, berdiskusi, atau berdialog dengan suatu
argumentasi yang kuat. Forum-forum seminar dan diskusi. tidak sedikit yang dilarang.
Para aktivispun tidak banvak menghimpun energinya untuk belajar dan secara
kreatif mendidik dirinya untuk dibekali pengetahuan yang tajam. Artinya, mereka
nggak mau menggarap pikirannva untuk menimbulkan kekuatan spiritual yang
tangguh dan unggul. Ironisnya, mereka berada dalam suatu –‘masyarakat iimiah’.
Apakah
ada perkembangan atau kemajuan dalam pola aksi mahasiswa?
Aksi-aksi
mahasiswa akhir 80-an dan 90-an memang berbeda dibanding tahun 70-an. Tanpa
sengaja telah menyeret mereka untuk menjulangkan isu-isu penggusuran penduduk
dari tanah garapan se perti Badega, Kacapiring, Cimacan dan Kedungombo. Pada
tingkat ini mahasiswa mulai melihat perannya dengan kepentingan ekonomi
penduduk (petani) yang tergusur. Hal ini menaikkan mitos mahasiswa
sebagai `pejuang rakyat'. Dengan mitos ini, mahasiswa tetap saja terpisah
dengan petani. Mahasiswa terus dipengaruhi oleh obsesi borjuis kecil.
Apa
pola mobilisasi maupun isu tanah tidak tepat?
Secara
kebetulan. itu tepat saja. Yang tidak tepat adalah perencanaannya. Mahasiswa
selalu menggarapnya secara sesaat. Umumnya. mereka membentuk komite dan
menjalin komunikasi dengan penduduk yang tegusur, lalu memobilisasi aksi.
Apakah
perencanaan itu mengandung arti jangka panjang?
Tepat
sekali. Berorganisasi itu tidak cuma sekedar aksi-aksian. Dalam perencanaan
harus digarap upava memperbanyak aktivis karena tidak ada kemajuan kalau jumlah
aktivis tidak bertambah. Dalam posisi mahasiswa yang lemah, aksi haruss
diasumsikan sebagai sarana latihan berorganisasi. Mobilisasi massa dalam
situasi 'massa mengambang’ hanya akan efektif kalau pesan yang disampaikan
bersifat konkret.
Apa
alternatif yang harus dilakukan mahasiswa?
Perlu
dicamkan, saya tidak lagi berposisi sebagai mahasiswa. Saya tidak ingin
menggurui. Alternatif itu harus dilakukan mahasiswa sendiri. Misalnya. mereka
harus mcmpertimbangkan atau meninjau kcmbali basis massa gerakannya baik di
dalam maupun di luar kampus. Mereka harus lebih jeli menggarap organisasi dan
menyiapkan rencana jangka panjang.
Apa
kelemahan mendasar gerakan mahasiswa terletak pada organisasinya?
Itu
betul. Organisasi adalah sesuatu yang vital bagi sebuah gerakan. Tapi organisasi
yang efektif tidak akan ada tanpaditunjang oleh pengetahuan yang efektif
tentang organisasi dan gerakannya.
No comments:
Post a Comment