Dzikra
Yuhasyra – Rekayasa Pertanian 2013 (11413019)
Satgas Isu
Multikampus Bidang Kajian MWA WM ITB 2015/2016
Majelis Wali Amanat (MWA)
adalah organ tertinggi di ITB yang menentukan dan menetapkan kebijakan umum ITB
serta mengawasi pelaksanaannya. MWA terdiri dari Menristekdikti RI, Gubernur
Jawa Barat, Ketua Senat Akademik, Rektor, MWA-Wakil Alumni, MWA-Wakil
Tenaga Pendidikan, MWA-Wakil Masyarakat, dan MWA-Wakil Mahasiswa (MWA-WM).
MWA-WM sendiri merupakan perwakilan dari mahasiswa yang mempunyai 5
fungsi yaitu : fungsi representatif, fungsi informasi, fungsi aspirasi,
fungsi kajian, dan fungsi koordinasi. Salah satu fungsinya, yaitu fungsi
kajian, adalah mengkaji isu-isu utama dan insidental yang berkaitan dengan
kebijakan umum ITB. Salah satu isu yang hangat dibicarakan saat ini adalah isu
multikampus ITB.
Sesuai dengan yang tercantum dalam RENIP
(Rencana Induk Pengembangan) ITB mengenai visi ITB 2025 serta ITB sebagai World
Class University, bahwa ITB akan berkembang menuju Multikampus. Apa sebenarnya Multikampus?
Kenapa harus ada Multikampus? Bagaimana tantangannya? Bagaimana pengelolaan
multikampus kedepan? Akan sedikit dijelaskan mengenai Multikampus ITB
sesuai dengan hasil perbincangan dan pembahasan dengan ketua MWA ITB, Ir. Betti
S. Alisjahbana, Direktur Pengembangan ITB, Dr. Ir, Sigit Darmawan,
Direktur Eksekutif ITB Jatinangor, Dr. Ir. Wedyanto, M.Sc. serta Wakil
Direktur Eksekutif ITB Jatinangor, Dr. Taufikurahman.
Sesuai pemaparan Ibu Betti,
sebagai ketua MWA ITB, multikampus pada intinya merupakan salah satu langkah
dari ITB untuk terus mengembangkan diri. Beberapa alasan diperlukannya
multikampus adalah Kampus Ganesha yang hanya memiliki luas 28 hektare dirasa
sudah sangat sesak dan jauh dari kondisi ideal dalam daya tampung, ITB juga
diharapkan untuk terus meningkatkan student body nya karena masih
dibutuhkannya lulusan ITB dalam jumlah yang lebih banyak sebagai sumber daya
manusia unggul, serta untuk memenuhi permintaan dari Kemenristekdikti serta
Gubernur Jawa Barat agar ITB turut berkontribusi untuk meningkatkan APK (Angka
Partisipasi Kasar) masyarakat dalam mendapatkan pendidikan tinggi, terutama
bagi Jawa Barat yang memiliki APK yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah
lain, serta terus meningkatkan peran ITB dalam menyelesaikan dan berkontribusi
pada pengembangan masyarakat, rujukan, serta perumusan kebijakan publik baik
lokal, nasional, sampai akhirnya pada tingkat internasional melalui
pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Sehingga
multikampus ada di satu pihak untuk mengakomodasi perkembangan ITB dan dilain
pihak untuk mendukung pemerintah dalam peningkatan APK.
Secara umum konsep Multikampus belum secara penuh
didefinisikan dan terus dalam proses penyempurnaan dan pembahasan baik oleh
pihak rektorat, senat akademik, dan pihak terkait lainnya mengenai apa, dimana,
dan bagaimana konsep multikampus ini akan dilaksanakan. Meskipun demikian
konsep multikampus ini sudah mulai berjalan dan sudah pasti dilaksanakan
karena ITB dituntut untuk terus tumbuh dan berkembang lebih jauh dan
tidak boleh terkendala oleh luas kampus Ganesha yang relatif kecil. Beberapa
kampus yang akan dijadikan sebagai kampus Off-G (di luar Ganesha) yaitu
Kampus Jatinangor, Walini, Bekasi, Malaysia, dan yang paling baru dan masih
dalam tahap pembahasan adalah di Cirebon sebagai Pelaksanaan Pendidikan Di luar
Domisili (PDD) sebagai buah kesepakatan ITB dengan Pemprov Jawa Barat. Dan yang
sudah berjalan saat ini adalah kampus Jatinangor dengan menempatkan
program-program studi baru disana dan yang akan segera dilaksanakan adalah
kelas di Bekasi serta kelas di Cirebon yang sudah dimasukan kedalam pilihan
program studi dalam SNMPTN 2016 ini.
Setiap kampus yaitu
Jatinangor, Walini, dan Bekasi maupun Cirebon dipilih dengan latar belakang dan
alasannya masing-masing. Jatinangor dipilih sebagai permintaan dan kesepakatan
Pemprov Jabar dengan ITB untuk mengambil alih pengelolaan kawasan kampus yang
sebelumnya ada dibawah pengelolaan Pemprov dengan tujuan untuk menambah
kontribusi ITB dalam meningkatkan APK pendidikan tinggi di wilayah Jawa Barat serta
menambah peran ITB dalam menyelesaikan dan berkontribusi pada pengembangan
masyarakat dan kebijakan publik baik lokal, nasional, sampai akhirnya pada
tingkat internasional. Kampus Walini dipilih sebagai kampus diwilayah
perkebunan teh seluas 250 hektar dengan sebagian kecil wilayah yang dilakukan
pembangunan sebagai wujud dari pengembangan green techno art campus dan
mengikuti masterplan Pemprov Jawa Barat yang akan membuat pusat pemerintahan
disekitar kawasan Walini, serta pelaksanaan NARC (New Academic Research
Cluster) yang merupakan gabungan 3 institusi, BPPT, ITB, dan IPB Bogor yang
tergabung dalam NARC untuk menangani kesehatan, pangan, dan energi. Serta
Kampus Bekasi ditujukan untuk kampus riset dan kerjasama dengan industri yang
terkonsentrasi pada wilayah tersebut, dan Pelaksanaan Pendidikan Di Luar
Domisili (PDD) di Cirebon sebagai wujud peningkatan pemerataan kualitas
pendidikan dan pengembangan potensi daerah yang strategis, serta pelaksanaan
ITB Malaysia sebagai peluang bagi ITB untuk Go-International yang masih
terganjal karena belum adanya pranata yang mengatur mengenai pelaksanaan
pendidikan tinggi di luar Indonesia.
Melalui multikampus ini
diharapkan terbangun academic atmosphere di setiap kampus, meskipun
dalam pelaksanaannya banyak sekali tantangan dan hambatan yang ada, seperti
keengganan dari mahasiswa dan komponen kampus lainnya untuk berpindah dari
kampus Ganesha, koordinasi antar kampus, bentuk rumpun keilmuan setiap kampus yang
harus sesuai agar terbangun academic atmosphere, penyamaan standar
kualitas masing-masing kampus, dan berbagai tantangan lainnya. Berdasarkan
keterangan yang didapatkan bahwa kampus-kampus tersebut masih akan dikelola
secara terintegrasi sehingga akan sangat dibutuhkan koordinasi antar komponen
dan stakeholder yang ada dalam pelaksaan multikampus ini.
Berdasarkan pembahasan bersama Direktorat Eksekutif
ITB Jatinangor, bahwa keberadaannya ITB Jatinangor diawali oleh Perjanjian
Kerjasama dengan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal peningkatan kualitas
Sumberdaya Manusia pada tanggal 27 Januari 2010 dengan dua kali perubahan
tanggal 31 Desember 2010 dan kedua tanggal 18 Januari 2013 Perjanjian tersebut
mengikat ITB dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal pengelolaan aset
lahan yang sebelumnya dipakai oleh Universitas Winaya Mukti (UNWIM), berupa :
Tanah seluas 46,353 Ha dengan bangunan diatas lahan tersebut dengan luas lantai
27,244 m2 dan tanah seluas 14 Ha di Desa Sindangsari Kecamatan
Sukasari Kabupaten Sumedang yang kemudian diadendum alih lokasi ke Kiara payung
dengan luas 10 Ha. Pengalihan aset lahan tersebut berlaku untuk kurun waktu
selama 30 tahun (hingga 2040) terhitung sejak tanggal 27 Januari 2010, dengan
masa transisi 3 tahun (2010, 2011, 2012). Sampai saat ini telah dilakukan
pembangunan gedung Labtek 1A (Tahun 2013), Labtek 1B (Tahunh 2014), Lab
sedimentasi (Tahun 2014), GKU 1 (Tahun 2014), GKU 2 (Tahun 2013) yang
didalamnya berisi ruang kuliah, laboratorium dan ruang administrasi sebagai
sarana dan prasarana penunjang kegiatan akademik di Kampus ITB Jatinangor.
Pembangunan Masjid Al-Jabbar Tahap 1 berupa bangunan (Tahun 2013) dan Tahap 2
terdiri dari taman dan menara (Tahun 2014) dengan sumber dana dan pelaksana
dari Pemprov Jabar dan pembangunan Gelanggang Olahraga (GOR 1 , GOR 2 dan GOR
3) sedang berlangsung di Tahun 2015 dengan sumber dana dan pelaksana dari
Pemprov Jabar. Sampai saat ini sudah delapan program studi di ITB Jatinangor dengan enam
Prodi S1 yaitu Rekayasa Hayati (SITH), Rekayasa Pertanian (SITH), Rekayasa
Kehutanan (SITH), Rekayasa Infrastruktur Lingkungan (FTSL), Teknik Pengelolaan
Sumber Daya Air (FTSL), Kewirausahaan (SBM) dan dua Prodi S2 yaitu Pengelolaan
Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi (FTSL), dan Arsitektur Lansekap (SAPPK)
dan akan menyusul tiga prodi S1 pada 2016 mendatang yaitu Teknologi Pasca Panen
(SITH), Teknik Pangan (FTI) dan Teknik Bioenergi dan Kemurgi (FTI), sedangkan
untuk prodi Teknik Biomedika (STEI) masih belum dipastikan tempat
penyelenggaraannya. Saat ini kurang lebih terdapat 1100 mahasiswa yang ada di
ITB Jatinangor dan kegiatan akademik sudah berjalan secara regular.
Berdasarkan pernyataan
Direktur Pengembangan ITB, bahwa pelaksanaan pembangunan di wilayah Bekasi dan
Walini belum dapat dilaksanakan karena hak milik tanah yang belum ada
dipangkuan ITB, kampus Bekasi berlokasi di kompleks Deltamas dan kampus Walini
berada di kilometer 102 Jalan Tol Cipularang dengan dua alternatif
lokasi sekitar 250 hektar di kawasan Maswati dan kawasan Panglejar. Sedangkan
untuk kelas Bekasi dan Cirebon yang sudah dimasukan pelaksanaannya di dalam
SNMPTN 2016 ini akan menampung kurang lebih 20 orang yaitu Prodi Manajemen,
Teknik Industri, dan Teknik Lingkungan di Kelas Bekasi dan Prodi Kriya serta
Perencanaan Wilayah dan Kota di Kelas Cirebon yang teknis pelaksanaan
pembelajarannya masih dipersiapkan oleh pihak rektorat.
Beliau menyatakan bahwa
pengembangan tersebut tidak dapat dihindarkan dan itu harus dihadapi dan ITB
tidak akan berhenti dari berkembang tadi. Bahwa tidak mungkin Ganesha
dipertahankan hanya segitu saja dan multikampus mutlak menjadi pilihan.
Sehingga segala konsekuensi dalam operasionalnya harus direncanakan dengan
baik. Beliau menambahkan bahwa operasional baik pengembangannya maupun aktivitasnya dan manusia yang ada
didalamnya harus dipikirkan, baik itu mahasiswanya, dosennya, maupun staf non akademiknya.
Jadi bagaimana mengintegrasikan itu semua adalah tugas besar bukan hanya untuk
satu unit saja, semua harus mendukung kelangsungannya. Semua harus vektornya
sama, vektornya sama dalam rangka mendukung multikampus ini supaya terintegrasi
untuk tempatnya, aktivitas, dan lain sebagainya. Beliau menegaskan bahwa semua komponen sudah
berpikir ke arah sana dan hendaknya multikampus ini tidak menjadi penghalang
justru menjadi kesempatan bagi ITB untuk berkembang, memang berbeda
pengembangan kampus di satu tempat (hanya Ganesha saja) dengan multikampus yang
dilaksanakan sekarang, tentu saja penyelesaiannya berbeda, lebih kompleks. Beliau mengakhiri bahwa itu adalah satu tantangan yang harus diselesaikan oleh pimpinan ITB dan ITB
berpikir sama untuk semua kampus.
Dibalik problem maupun peluang yang ada dari
pelaksanaan multikampus ini, semoga ITB dapat berkembang dan berkontribusi
lebih baik sesuai dengan nilai dan arahan filosofis MWA ITB yaitu kampus ITB
sebagai tempat membangun dan mengembangkan budaya luhur bangsa Indonesia,
the house of learning, the house of culture, guardian of values, the agent
of change, the bastian of academic freedom, sebagai tempat best
academic talents bertemu dan berkarya, kampus ITB yang inspiring,
kampus ITB yang mampu mengajarkan kepada setiap yang ada didalamnya nilai-nilai
kampus ITB yang dicita-citakan oleh visi ITB, serta memelihara seluruh artefak
yang ada sebagai milestone budaya bangsa.
Semoga! In Harmonia Progressio
Video Pembahasan Multikampus ITB
1. Pembahasan Pembuka Bersama Ibu Betti Alisjahbana - Ketua MWA ITB
2. Video Pembahasan Bersama Direktur Pengembangan ITB
3. Pembahasan Bersama Direktorat ITB Jatinangor
VIDEO PROFIL TIM MWA WM ITB 2015/2016
No comments:
Post a Comment